Minggu, 28 Maret 2010

TENTANG TEORI PEMBANGUNAN



Mengapa Teori Pembangunan ?

Teori Pembangunan merupakan istilah yang digunakan secara longgar untuk menunjukkan hasil-hasil penelitian dan segala macam pengamatan yang semuanya itu ingin menjelaskan bagaimana sebaiknya pembangunan itu dilaksanakan. TP ini lebih berupa kumpulan asumsi atau hasil analisis yang merupakan sumbangan dari sejumlah disiplin yang tentu tidak tersusun secara rapi. Berasal dari penalaran induktif maupun deduktif atas aplikasi prinsip dan aturan prosedur operasional praktek pembangunan.

Kita asumsikan bahwa kelak mahasiswa akan menjadi elite lokal (syukur2 nasional ato internasional). Sebagai elite, ia memiliki kekuasaan untuk membuat kebijakan publik. Disinilah pentingnya peletakan dasar pengetahuan tentang teori dan penguasaan atas sejumlah isue pembangunan. Apa kekuasaan itu ? Sumberdaya yang memungkinkan seseorang dipatuhi oleh orang lain. Jika penguasa tidak paham teori (pembangunan) maka operasionalisasi kepemimpinannya akan tidak memudahkan yang dipimpin, bisa jadi justru sebaliknya.

Indikator pembangunan

Indikator Pembangunan : Pengurangan Kemiskinan, Distribusi pendapatan (pemerataan) makin baik, berkurangnya pengangguran.

Kemiskinan : sanitasi buruk, kesehatan dan umur rata2 ato harapan hidup buruk, kecukupan makanan dan gizi, Implikasi politik : miskin ekonomi tak punyakekuatan politik. contohkan penghancuran oleh PMA th awal orba.

Pekerjaan : kegiatan yang menyediakan upah agar kepribadiannya berkembang. Terkait kualitas sumberdaya.

Ketimpangan : Ini problem distribusi pendapatan. Ini sangat susah diatasi untuk dihilangkan, maksimal dikurangi karena sejak lahir manusia itu memang berbeda. Tidak bisa kita mengingkari perbedaan itu.

Jika terjadi perbaikan terhadap 3 indikator tersebut maka pastilah pembangunan sedang berproses.

Pembangunan menjadi ideologi di jaman Orba dan dikontraskan dengan Politik.

Di Indonesia, tema sentral pembangunan menjadi primadona wacana nasional ketika Orba berkuasa. Politik menjadi wilayah yang tidak sepenting pembangunan. Pusat orientasi dari praktek pemerintahan di arahkan untuk membangun negara. Asumsinya adalah, kemakmuran ekonomi adalah prioritas bagi kemajuan suatu bangsa. Mengurus negara bukan dengan infrastruktur politik, tetapi dengan perangkat ekonomi. Kekuatan politik diberangus melalui kegiatan ekonomi. NU (Islam) yang sebelumnya memiliki kekuatan politik karena kekuatan ekonominya baik, dimatikan dengan kebijakan PMA (batik Semar di Solo 1970an) dan pengendalian harga pasar input dan output sektor pertanian. Partai politik dikebiri dan negara 'demokrasi' disopiri bukan oleh parpol tapi oleh golongan karyawan.

Pembangunan dan Pertumbuhan

Kata pembangunan memiliki pengertian yang lebih luas daripada pertumbuhan. Pertumbuhan lazimnya dipakai untuk kemajuan yang diukur dari indikator ekonomi, yakni peningkatan pendapatan perkapita. Sedangkan pembangunan meliputi indikator sosial sebagaimana tingkat kesehatan, pendidikan, keberagamaan, budaya, politik dan sejumlah sarana untuk itu.

Kapitalisme vs Sosialisme

Setiap manusia hidup mau tidak mau selalu terjangkau oleh problem ekonomi. Sejumlah besar tindakan kita menjadi memiliki fungsi ekonomi. Berkendaraan di jalan, di sekolah, di pasar, di stasiun kereta, di bandara dan lain sebagainya adalah peristiwa- peristiwa yang dapat dipahami sebagai peristiwa ekonomi. Bekerja di kantor atau kegiatan apapun yang kita lakukan menjadi tidak benar-benar lepas dari peristiwa ekonomi. Hal ini disebabkan oleh hakekat manusia yang merupakan makhluk pekerja sebagaimana yang kita alami. Sebagai makhluk pekerja, manusia dengan demikian menjadi pelaku ekonomi.

Dalam ekonomi dikenal pelakunya adalah rumah tangga. Rumah tangga keluarga dan rumah tangga negara. Dalam pembahasan mengenai sistem ini ekonomi lebih di arahkan untuk dimengerti sebagai pemenuhan kebutuhan rumah tangga negara atas barang dan jasa. Sebagai rumah tangga, negara dengan demikian juga merupakan sebuah sistem yang terdiri dari sejumlah bagian dan sub-bagian. Sistem dalam perekonomian negara, secara sangat sederhana memang dapat ditunjukkan dengan menempatkan kapitalisme dan sosialisme pada dua titik yang berlawanan dalam suatu garis lurus. Perlu penegasan di sini, bahwa sekalipun hanya terdapat dua sistem perekonomian yang memiliki karakter sangat kontras dan boleh dikata bahwa keduanya mewakili kutub yang berbeda, tetapi tidak lantas dalam realitas sosial kita tidak mendapatkan jenis sistem lain selain kapitalisme dan sosialisme. Sekalipun di antara dua kutub itu masih terdapat varian sistem perekonomian, tetapi yang penting mendapat penjelasan di sini adalah kapitalisme dan sosialisme.

Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi suatu negara yang sebagian besar kegiatan ekonominya dilaksanakan oleh kaum pemilik kapital. Distribusi pendapatan sangat tergantung kepada bagaimana interaksi kaum pemilik kapital dengan para buruhnya. Semua kegiatan ekonomi berlangsung dengan dominasi produksi pada perusahaan-perusahaan swasta. Peran negara hampir-hampir tidak ada yang dapat mengendalikan kekuasaan kaum pemilik modal. Nilai dan harga atas barang-barang produksi ditentukan oleh pasar dengan persaingan bebas. Dalam sistem ekonomi kapitalis, masyarakat terbelah secara tegas ke dalam kelompok majikan, yakni kelompok yang menguasai faktor produksi, terutama modal, dan kelompok buruh yang hanya mampu menjual jasa tenaganya bagi kepentingan produksi di perusahaan-perusahaan yang dimiliki para majikan.

Sosialisme adalah sistem ekonomi yang sebagian terbesar kegiatan ekonominya dilaksanakan oleh badan-badan milik pemerintah atau masyarakat. Negara, dalam hal ini pemerintah, mengatur semua distribusi barang dan jasa sesuai kebutuhan warga negaranya. Pengaturan ekonomi secara terpusat kepada pemerintah ini meniadakan peluang munculnya jarak sosial yang menganga antara yang kaya dan sebaliknya. Bahkan, soal hak milik pribadi dalam sistem ekonomi ini sangat dikesampingkan.

Pemahaman atas dua isme besar ini diperlukan dalam perkuliahan Teori Pembangunan mengingat diskusi yang berkembang dari frame studi ini selalu akan mengkait sistem perekonomian di negara manapun yang menjadi sasaran kajiannya.

KEPEMIMPINAN Vs MENEJEMEN

Kepemimpinan versus Manajemen

Kepemimpinan dan manajemen adalah dua bidang kajian yang berbeda dalam sejumlah hal. Perdebatan terkait dua fokus kajian ini terus berlanjut hingga sekarang. Beberapa peneliti besar semisal Bennis & Nanus (1985) serta Zaleznik (1977) berpendapat bahwa kepemimpinan dan manajemen adalah bebeda secara kualitatif dan saling meniadakan. Zaleznik dalam bukunya berjudul The Managerial Mystique : Restoring Leadership in Business, menuliskan bahwa kepemimpinan berhubungan dengan upaya substansial mendasar untuk mengatasi dan mentransformasikan sejumlah kondisi, daripada sekedar bereaksi dan menyesuaikan diri secara superfisial sebagaimana dilakukan oleh manajemen. Dengan ungkapan lain, kepemimpinan bergulat dengan substansi, sementara manajemen mengelola proses ke dalam sejumlah prosedur dan struktur yang teratur. Kriteria tindakan seorang pemimpin adalah efektivitas, semenatara manajer menganggap penting stabilitas.

Sementara manajer menganggap penting bagaimana keputusan dibuat dan dikomunikasikan dengan bawahan, pemimpin mementingkan keputusan apa yang harus dibuat dan apa yang dikomunikasikan dengan cara bagaimana. Dengan demikian maka tidaklah aneh jika kemudian pemimpin tampil sebagai orang yang berani mengambil resiko dibandingkan seorang manajer.

Para manajer adalah orang-orang yang praktis, pekerja keras dan analitis serta cenderung mengatasi persoalan secara pragmatis. Sebaliknya pemimpin memiliki gaya yang lebih dramatis dan kadang perilakunya tak terduga. Para pemimpin mengatasi konflik dengan otoritas yang bersumber dari daya pengaruhnya atau kekuasaannya sedang manajer lebih bertumpu pada wewenang sebagaimana kedudukannya dalam organisasi.

Para pemimpin menggerakkan anggota kelompok dengan cara mempengaruhinya untuk mau melakukan kegiatan sesuai tujuan kelompok, sementara manajemen memerintah bawahan untuk mengerjakan pekerjaan organisasinya.

Manajemen berhubungan dengan cara mengatasi kompleksitas organisasi meliputi pelaksanaan beberapa prosedur dan praktik-praktik kegiatan untuk mengikuti perkembangan lingkungannya. Tanpa manajemen yang baik sesuatu organisasi sangat mungkin berkembang di luar kendali. Sedangkan kepemimpinan lebih berhubungan dengan cara mengatasi perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Segala macam perubahan menyangkut sejumlah aspek menuntut kepemimpinan mengcreate kebijakan untuk mengatasi perubahan itu.

Fungsi terakhir manajemen adalah memastikan pencapaian rencana dengan pengendalian dan memonitor sejumlah hasil untuk dibanding-bandingkan serta mengidentifikasi penyimpangan- penyimpangan sebagai acuan bagi pembuatan rencana selanjutnya. Tetapi bagi pemimpin, mencapai suatu visi membutuhkan pemberian motivasi dan inspirasi agar anggota kelompok terus berada pada arah yang benar meski banyak halangan mengganjal, dengan terus meng-appeal kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai, dan emosi-emosi manusiawi.

Beberapa perbedaan yang paling ekstrim melibatkan asumsi bahwa manajemen dan kepemimpinan tidak mungkin terjadi pada satu orang yang sama. Dengan lain perkataan, beberapa orang adalah manajer dan orang lainnya adalah pemimpin. Pernyataan ini memang masih mudah mengundang perdebatan sekalipun mengandung kebenaran karena di dalam kolektivitas manusia, terlepas dari apakah kolektivitas itu berupa kelompok atau organisasi, seseorang dapat saja berperan sebagai manajer disuatu waktu dan untuk situasi tertentu, tetapi dapat juga sebagai pemimpin untuk situasi yang lain.

Usaha melacak perbedaan kepemimpinan dan manajemen memang akan segera menuai hasil. Kepemimpinan memang berbeda dengan manajemen, meski perbedaannya tidak sebagaimana dikira orang. Kepemimpinan dan manajemen bersifat saling melengkapi. Keduanya diperlukan untuk kolektivitas manusia yang memiliki sasaran tertentu.