Senin, 28 Oktober 2013



Kepemimpinan Situasional

            Konsep kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Hersey dan Blanchard dengan meyakini adanya empat perilaku dasar kepemimpinan yang dihasilkan oleh persentuhan perilaku pemimpin dengan kematangan (maturity) dari orang-orang yang dipimpinnya. Hersey dan Blanchard (1977) mengembangkan konsep kepemimpinan siatuasional dari penelitian kepemimpinan yang diselesaikan oleh Ohio State University. Penelitian ini menunjukkan banyak kemiripan dengan teori yang dikemukakan Blake dan Mouton yaitu ada dua dimensi gaya kepemimpinan yakni struktur inisiasi dan konsiderasi.
            Mengenai peristilahan dua kecenderungan ini banyak penulis memakai istilah yang berlainan. Ada yang memakai istilah perilaku tugas, produktivitas, dan orientasi tugas untuk arti struktur inisiasi. Sementara orientasi hubungan, kekompakkan kelompok, dan hubungan manusiawi untuk memadankatakan konsiderasi. Tetapi pada intinya, semua itu untuk menggambarkan orientasi pada hubungan manusia anggota kelompoknya, dan kecenderungan orientasi pada pelaksanaan tugas kelompok. Bahkan, ahli komunikasi R. Wayne Pace dan Don F. Faules dalam bukunya berjudul Komunikasi Organisasi (1998) memakai istilah Strutur pengawalan untuk arti struktur inisiasi, dan kata 'pertimbangan' untuk konsiderasi. Penulis dalam buku ini sengaja mengabaikan konsistensi pemakaian peristilahan tersebut untuk memberi peluang kesesuaian dengan konteks bahasannya saja.
            Selanjutnya, Hersey dan Blanchard memperkenalkan variabel ketiga yaitu kematangan, yang berfungsi dengan cara yang serupa dengan dimensi keefektifan yang dikemukakan oleh peneliti pendahulunya. Hersey dan Blanchard mengatakan bahwa 'perbedaan di antara gaya kepemimpinan yang efektif dan yang sebaliknya seringkali bukan semata-mata karena kecenderungan perilaku pemimpinnya, tetapi lebih merupakan kesesuaian antara perilaku ini dengan situasi yang sedang berlangsung'
            Faktor yang menentukan efektivitas dijelaskan sebagai tingkat kematangan atau kesiapan bawahan untuk melaksanakan tugas-tugas kelompok. Kematangan ini didefinisikan sebagai kemampuan dan kemauan seseorang untuk bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugasnya. Dengan kata lain, bila bawahan memiliki kemampuan dan kemauan yang baik untuk bertanggung jawab, serta memiliki pengalaman dalam tugas yang dihadapinya, maka perilaku kepemimpinan khusus akan lebih efektif diberlakukan dibandingkan jika kematangan bawahan sangat rendah.

            Ada empat perilaku kepemimpinan situasional yang dapat dikemukakan.
     1.     Memberitahu (telling)
            Tugas berat, hubungan lemah. Perilaku kepemimpinan ini ditandai oleh komunikasi satu arah. Pemimpin menentukan peran bawahan dan memberi tahu apa, di mana, kapan, dan bagaimana cara mengerjakan sejumlah tugas.
     2.    Mempromosikan (selling)
            Tugas berat, hubungan kuat. Penanda perilaku kepemimpinan ini adalah adanya komunikasi dua arah sekalipun hampir semua pengaturan dilakukan oleh pemimpin. Pemimpin juga menyediakan dukungan sosioemosional agar bawahan turut bertanggung jawab pada pembuatan keputusan.
     3.    Partisipasi (participating)
            Hubungan kuat, tugas lemah. Gaya ini ditandai oleh pemimpin dan bawahan yang bersama-sama terlibat dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah. Pemimpin lebih banyak terlibat dalam pemberian kemudahan karena bawahan memiliki kemampuan dan kemauan bertanggung jawab untuk mengatur perilaku mereka sendiri.
     4.    Mewakilkan (delegating)
            Hubungan lemah, tugas juga lemah. Perilaku ini ditandai oleh pemimpin yang membiarkan bawahannya bertanggung jawab atas keputusan-keputusan mereka. Pemimpin mewakilkan pembuatan keputusan kepada bawahan karena mereka memiliki tingkat kematangan yang tinggi sehingga bersedia serta mampu bertanggung jawab untuk mengatur perilaku mereka sendiri.
                    Memang berlawanan dengan Kisi-kisi Kepemimpinan atau Managerial Grid-nya Blake dan Mouton. Hersey dan Blanchard beranggapan bahwa orientasi perilaku pemimpin dengan dimensi tugas dan hubungan yang sama-sama lemah akan muncul dari bawahan dengan tingkat kematangan tinggi. Dengan demikian sebenarnya orientasi perilaku kepemimpinan delegating inilah yang paling memiliki peluang untuk berhasil secara efektif.