Teori Pembangunan Berimbang
Teori ini muncul dari gagasan Rosenstein-Rodan ketika menciptakan program pembangunan di Eropa Selatan dan Tenggara dengan melaksanakan industrialisasi secara besar-besaran. Program ini didasari oleh tesis Rodan yang mengatakan bahwa untuk menanggulangi hambatan pembangunan ekonomi negara terbelakang dan untuk mendorong ekonomi tersebut ke arah kemajuan diperlukan suatu program besar yang menyeluruh dalam bentuk investasi yang besar-besaran untuk industrialisasi.
Rodan sangat percaya bahwa ada sejumlah sumber minimum yang harus disediakan jika suatu program pembangunan diharapkan berhasil. Memacu suatu negara menuju swasembada adalah sedikit mirip dengan kapal terbang yang tinggal landas. Ada suatu titik kritis kecepatan yang harus dilewati sebelum kapal itu dapat terbang. Teori ini sangat tidak menyukai cara kerja 'sedikit demi sedikit', karena cara yang demikian tidak akan mendorong ekonomi dengan berhasil pada landasan pacu pembangunan.Pembangunan, menurut teori ini, harus dilaksanakan dengan keserentakan semua sektor dan dalam volume yang besar-besaran.
Teori Pembangunan Berimbang dianut oleh beberapa penulis yang masing-masing cenderung memiliki penafsiran sendiri. Tetapi pada intinya, pembangunan berimbang membutuhkan keseimbangan antara berbagai industri barang konsumen, dan antara barang konsumen dengan industri barang modal. Singkatnya, teori ini mengharuskan adanya pembangunan yang serentak dan harmonis dari berbagai sektor ekonomi sehingga semua sektor dapat tumbuh bersama. Keseimbangan antara sisi permintaan dan sisi penawaran dipandang perlu diperhatikan dalam teori ini. Sisi penawaran memberikan tekanan paa pembangunan serentak dari semua sektor yang saling berkaitan. Sebaliknya sisi permintaan berhubungan dengan penyediaan kesempatan kerja yang lebih besar untuk meningkatkan pendapatan yang yang akan menjadi pemicu bagi peningkatan permintaan.
Doktrin pembangunan berimbang membutuhkan keseimbangan antara berbagai sektor ekonomi. Harus ada keseimbangan yang tepat antara investasi di bidang pertanian dan di bidang industri, karena kedua bidang ini saling melengkapi. Jika pekerjaan di sektor industri meningkat ia akan membawa peningkatan permintaan bahan-bahan makanan. Karenanya penawaran akan bahan makanan harus ditingkatkan dan ini juga berarti harus ada peningkatan produktivitas pertanian. W.A. Lewis dalam bukunya berjudul The Theory of Economic Growth (1957) menegaskan bahwa di dalam program pembangunan, semua sektor ekonomi harus tumbuh secara serentak untuk menjaga keseimbangan yang tepat antara industri dan pertanian serta antara produksi untuk konsumsi dalam negeri dan produksi untuk ekspor. Logika tesis ini sulit dibantah.
Kecuali antar sektor, untuk melaksanakan program tersebut haruslah pada sektor industri sendiri berbagai jenis industri harus dibangun secara serentak. Tujuan utama dari penciptaan strategi semacam ini adalah untuk menciptakan berbagai jenis industri yang memiliki hubungan erat satu dengan lainnya, sehingga setiap industri akan memperoleh ekonomi ekstern sebagai akibat dari industrialisasi yang demikian modelnya. Ekonomi ekstern adalah jasa-jasa yang diperoleh dengan percuma oleh suatu industri dari satu atau beberapa industri lainnya. Dengan demikian apabila sesuatu perusahaan memperoleh ekonomi ekstern maka ongkos produksinya dapat dikurangi dan perusahaan tersebut dapat melaksanakan kegiatannya dengan lebih efisien.
Menurut Rodan, ada tiga macam ekonomi ekstern yang ditimbulkan oleh industrialisasi besar-besarn ini, yakni 1) yang diakibatkan oleh perluasan pasar, 2) karena industri yang sama letaknya berdekatan, dan 3) karena adanya industri lain dalam perekonomian tersebut. Menurut Rodan, yang pertama adalah yang terpenting. Untuk memudahkan penjelasan mengenai yang pertama, yakni ekonomi ekstern dari perluasan pasar, Rodan memberikan contoh sebagai berikut.
Misalkan sebanyak 20.000 penganggur dari sektor pertanian dipekerjakan dalam suatu industri sepatu. Mereka akan mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar daripada ketika bekerja di sektor pertanian. Gejala ini akan mendorong para pekerja juga meningkatkan pengeluaran mereka. Tetapi pengeluaran mereka hanya sebagian kecil saja yang digunakan untuk membeli sepatu yang diprodusi itu. Karenanya, industri sepatu yang baru didirikan itu akan mengalami kekurangan permintaan sepatu.
Keadaan akan berbeda jika sejuta penganggur dipekerjakan di berbagai industri, tidak hanya di industri sepatu saja. Mereka dipekerjakan di industri-industri yang memproduksi berbagai macam barang kebutuhan atau barang-barang yang diperlukan oleh para pekerja tersebut. Dengan demikian, pendapatan yang meningkat dari para pekerja itu akan menciptakan pasar atau memperluas pasar sesuatu industri, dan mengurangi resiko kurangnya permintaan akan suatu barang yang telah diproduksi. Itulah sebabnya, pembangunan industri secara serentak dan besar-besaran sekaligus yang saling berhubungan diperlukan untuk menciptakan ekonomi ekstern.
Karena pasar merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi, maka dalam menyusun kebijakan dan program pembangunan, persoalan yang harus diprioritaskan adalah menentukan faktor yang akan mempoerluas pasar tersebut, terutama pasar dalam negeri. Dalam suatu perekonomian yang pasarnya terbatas, maka tidak akan dapat merangsang minat pengusaha berinvestasi. Ini berarti bahwa pasar telah membatasi investasi atau penggunaan modal dan dengan demikian berarti pula akan menyebabkan keterbatasan kemampuan perekonomian untuk memproduksi barang-barang yang dibutuhkan rakyat. Keadaan inilah yang menyebabkan sejumlah negara berkembang terperangkap lingkaran setan kemiskinan. Agar dapat keluar dari lingkaran kemiskinan yang mereka hadapi, perlulah dilakukan program pembangunan 'dorongan kuat', yaitu dalam waktu yang bersamaan dilaksanakan investasi di berbagai industri yang saling berkaitan. Dengan cara ini akan dijamin perluasan pasar.
Teori Schumpeter
Joseph Alois Schumpeter pertasma kali mengemukakan teori pembangunan ekonominya dalam buku Theory of Economic Development (1911) yang kemudian direvisi dalam Business Cycles (1939) dan Capitalism, Socialism, and Democracy (1942).
Schumpeter mengawali teorinya dengan mengasumsikan kapitalisme merupakan model perekonomian persaingan sempurna yang berada dalam keseimbangan yang mantap. Keseimbangan ini ditandai oleh apa yang menurut istilah Schumpeter disebut sebagai 'arus sirkuler' yang selalu berulang dengan cara yang sama dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, semua kegiatan ekonomi selalu berulang dalam suatu alur perekonomian yang tidak akan ada habisnya. Arus sirkuler diartikan oleh Schumpeter sebagai suatu aliran yang hidup dari sumber tenaga buruh dan lahan pertanian yang mengalir secara terus-menerus, dan aliran tersebut mengalir pada setiap periode ekonomi ke dalam waduk yang disebut pendapatan, untuk dialihkan ke dalam pemuasan kebutuhan. Baginya, pembangunan adalah perubahan yang spontan dan terputus-putus pada saluran sirkuler tersebut. Unsur utama pembangunan terletak pada usaha melakukan kombinasi baru yang di dalamnya terkandung berbagai kemungkinan yang ada dalam keadaan mantap, dan kombinasi ini muncul dalam bentuk inovasi.
Schumpeter merinci inovasi ke dalam lima macam, yakni 1) pengenalan barang baru, 2) metode produksi baru, 3) pernciptaan pasar baru, 4) penguasaan sumber penawaran baru bahan mentah atau barang semi manufaktur, dan 5) pembentukan organisasi baru pada setiap industri. Baginya, pengenalan produk baru dan adanya perbaikan terus-menerus pada produk tersebut itulah yang akan membawa suatu negara pada periode pembangunan yang menjamin keberhasilan. Dengan demikian, inovasi menjadi kata kunci bagi pembangunan. Inovator adalah aktor utama pembangunan.
Inovator adalah orang-orang yang memiliki kekuatan inovatif. Golongan ini bagi Schumpeter bukanlah terdiri dari kaum kapitalis atau kaum pemilik modal, tetapi para pengusaha yang tidak saja memiliki managerial skill tetapi juga sejumlah memiliki kekuatan kreatif yang akan berwujud pada langkah inovatifnya dalam kegiatan ekonomi. Pengusaha bukanlah orang yang menyediakan modal, tetapi yang mengatur pemakaian modal tersebut. Spirit seorang pengusaha adalah : 1) niat mendirikan kerajaan bisnis, 2) menguasai dan membuktikan superioritas pribadinya, dan 3) menyenangi dan mendapatkan sesuatu yang baru, atau sekedar menyalurkan kepintaran dan tenaga seseorang. Sifat dan tindakannya tergantung kepada lingkungan sosio-budayanya.
Untuk menjalankan fungsi ekonominya seorang pengusaha memerlukan pengetahuan teknologi dalam rangka memproduksi barang-barang baru. Kecuali itu, seorang pengusaha juga memiliki kemampuan mengatur faktor-faktor produksi dalam bentuk modal pinjaman. Bagi pengusaha, gagasan baru dan penguasaan teknologi yang akan mensaranai implementasi gagasan tersebut serta adanya modal pinjaman adalah syarat penting untuk memulai kegiatan ekonomi.
Dalam teori Schumpeter tentang pembangunan, bank memiliki posisi sentral yang tidak dapat diabaikan di samping pengusaha dengan kompetensi khusus tadi. Pembeayaan pembangunan haruslah disediakan oleh perbankan. Fasilitas kredit bagi pengusaha yang hendak memulai pembangunan atau pendirian perusahaan di sektor industri harus menjadi tanggung jawab bank. Kompensasi dari resiko investasi di bidang inovatif oleh perbankan dirupakan dalam bentuk bunga pinjaman.
Sekali inovasi tersebut berhasil, maka kecenderungannya akan memberi perangsang bagi pengusaha baru untuk muncul dan mengikutinya. Keadaan selanjutnya mudah ditebak, yakni bermunculannya usaha-usaha inovatif lain yang berkaitan. Sebagai contoh, munculnya industri mobil akan membangkitkan gelombang investasi baru di bidang konstruksi jalan raya, industri ban, industri kaca, cat, dan lain sebagainya yang memiliki keterkaitan dengan industri mobil tersebut.
Secara singkat dapat dikatakan, bahwa teori yang diajukan oleh Schumpeter ini menempatkan pengusaha sebagai aktor utama pembangunan. Dalam jangka panjang, kemajuan teknologi yang berkesinambungan akan menghasilkan kenaikan yang luar biasa dalam output nasional dan output per kapita, karena dalil 'hasil yang semakin menurun' tidaklah berlaku bagi kemajuan teknologi. Selama kemajuan teknologi berlangsung, tingkat laba akan positif. Karenanya, sumberdana perbankan tidak pernah akan kering, dan kesempatan berinvestasi selalu terbuka peluangnya lebar-lebar.
Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa bagi Schumpeter, pengusahalah yang menjadi aktor utama pembangunan perekonomian suatu negara, bukannya kaum kapitalis, bukan kaum pemilik modal. Itulah sebabnya, dalam analisis Schumpeter masa depan kapitalisme adalah suram. Kapitalisme tidak akan mampu bertahan ketika rasionalitas pengusaha menumbuhkan perusahaan-perusahaan besar yang dikendalikan oleh para profesional yang sangat inovatif. Sedangkan para pemilik modal menjadi terpisah dari kegiatan produksi dan dengan demikian tidak akan memiliki akses untuk menyumbang pikiran bagi pengembangan perusahaan tersebut. Akhirnya, pembangunan ekonomi akan menyebabkan sistem politik dan pemerintahan yang menjadi dasar dari sistem kepitalisme (borjuasi dan tuan tanah) mengalami kehancuran dan digantikan oleh sistem pemerintahan dan politik yang dikuasai oleh para pengusaha dan industrialis.
Terkait dengan analisis suram Schumpeter tentang masa depan kapitalisme, selain faktor sebagaimana telah diuraikan tersebut, ada lagi faktor lain, yakni munculnya kritik terhadap sistem sosial yang ada. Kritik tersebut terutama dilancarkan oleh golongan cendekiawan dalam masyarakat yang jumlahnya berkembang pesat karena perkembangan pendidikan. Faktor lainnya lagi adalah semakin solidnya gerakan buruh yang berteman dengan kaum cendekiawan dalam mengkritik dan menghancurkan sistem kapitalisme yang dipandang sebagai kaum penindas dalam perekonomian kapitalis. Faktor lainnya lagi adalah akibat perkembangan rasionalitas pemikiran dalam kehidupan keluarga. Jumlah keluarga menjadi menyusut, dan ini berarti memperlemah dinasti kapitalis yang sekaligus memperlemah kekuatan kapitalnya. Faktor-faktor inilah yang akan menamatkan kisah kapitalisme dalam perekonomian masyarakat.
Teori Harrod-Domar
Teori pembangunan ekonomi yang hingga kini masih dipakai, sekalipun telah berkembang lebih canggih, salah satunya adalah teori dari Evsey Domar dan Roy F. Harrod. Domar mengemukakan teorinya tersebut untuk pertama kalinya dalam tahun 1947 dalam American Economic Review, sedangkan Harrod telah mengemukakannya pada tahun 1939 dalam Economis Journal XLIX no. 193 dalam judul An Easy in Dynamic Theory
Kedua ahli ekonomi ini bekerja secara terpisah tetapi memiliki kesimpulan analisis yang sama, yakni bahwa pembangunan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Proposisi teori Harrod-Domar ini adalah jika tabungan dan investasi rendah, maka pertumbuhan ekonomi masyarakat di suatu negara tentu akan rendah juga. Proposisi ini merupakan temuan penelitian dari permasalahan (research question) 'syarat-syarat apakah atau keadaan yang bagaimanakah yang harus tercipta dalam perekonomian untuk menjamin agar dari masa ke masa kesanggupan memproduksi yang selalu bertambah sebagai akibat dari penanaman modal akan selalu sepenuhnya digunakan?'
Dengan perkataan lain, teori Harrod-Domar pada hakekatnya berusaha untuk menunjukkan syarat yang diperlukan agar pertumbuhan yang mantap (steady growth) akan selalu berlaku dalam perekonomian. Steady Growth atau pertumbuhan mantap didefinisikan Harrod-Domar sebagai pertumbuhan yang akan selalu menciptakan penggunaan sepenuhnya alat-alat modal. Karenanya, teori Harrod dan Domar ini juga dikenal sebagai Steady Growth Theory.
Sebagaimana telah disinggung di depan bahwa teori ini telah mengalami modivikasi sehingga menjadi lebih canggih. Tetapi pada intinya, rumus pembangunan Harrod-Domar ini masih dipertahankan. Rumus ini didasakan pada asumsi bahwa masalah pembangunan pada dasarnya adalah masalah menambahkan investasi modal. Masalah keterbelakangan adalah masalah kekurangan modal. Kalau ada modal, dan modal itu diinvestasikan, maka hasilnya adalah berlangsungnya periode pembangunan. Masalah keterbelakangan adalah masalah kekurangan modal. Oleh sebab itu, berdasar pada teori ini, maka di sejumlah negara sedang berkembang atau bahkan terbelakang, para ahli ekonomi sibuk menuliskan resep pembangunan dengan terapi modal. Mereka sibuk mencari tambahan modal, baik dari dalam negeri melalui upaya peningkatan tabungan dalam negeri, juga dari luar negeri melalui penanaman modal asing atau pinjaman luar negeri.
Teori Harrod dan Domar memang tidak mempersoalkan masalah manusia. Bagi kedua tokoh itu yang penting adalah menyediakan modal untuk investasi. Kekurangan modal, tabungan, dan investasi menjadi masalah utama pembangunan. Masalah manusia bagi mereka berdua dianggap sebagai sesuatu yang sudah tersedia.
Perhatian Harrod dan Domar pada pentingnya investasi dalam pembangunan ekonomi tersebut disebabkan oleh pemahamannya bahwa investasi memiliki karakter ganda. Pertama, bahwa investasi mampu menciptakan pendapatan, dan kedua ia dapat memperbesar kapasitas produksi. Yang pertama ia sebut sebagai dampak permintaan, sementara yang kedua disebutnya sebagai dampak penawaran. Karenanya, selama modal terus mengalir pada investasi, maka pendapatan nyata dan output cenderung akan terus meningkat.
Namun demikian, untuk mempertahankan tingkat ekuilibrium pendapatan pada pekerjaan penuh dari tahun ke tahun, baik pendapatan nyata maupun output tersebut, keduanya harus meningkat dalam laju yang sama pada saat kapasitas produktif modal meningkat. Jika tidak, setiap perbedaan di antara keduanya akan menimbulkan kelebihan kapasitas atau ada kapasitas nganggur. Hal ini akan memaksa para pengusaha membatasi pengeluaran investasinya sehingga akan berakibat buruk pada perekonomian yaitu menurunkan pendapatan dan pekerjaan pada periode berikutnya serta menggeser perekonomian ke luar jalur ekuilibrium pertumbuhan mantap.
Dengan demikian, jika pekerjaan hendak dipertahankan dalam jangka panjang, maka investasi harus selalu diperbesar. Ini lebih lanjut memerlukan pertumbuhan pendapatan nyata secara terus-menerus pada tingkat yang cukup untuk menjamin penggunaan kapasitas secara penuh atas stok modal yang sedang tumbuh. Tingkat pertumbuhan pendapatan yang diperlukan ini dapat disebut sebagai tingkat pertumbuhan terjamin (warranted rate of growth) atau tingkat pertumbuhan kapasitas penuh.
Teori Hoselitz
Bert F. Hoselitz membahas sejumlah variabel non ekonomi yang lalai dianalisis oleh Rostow ketika membicarakan tentang tahapan pertumbuhan. Dalam bukunya yang sangat terkenal berjudul Economic Growth an Development : Non Economic Faktors in Economic Development (1971) Hoselitz mengemukakan adanya faktor kondisi lingkungan yang memerlukan perhatian bagi analisis pembangunan ekonomi.
Ada kerisauan Hoselitz yang dirupakan dalam pertanyaan : "Mengapa sebuah ekonomi tiba-tiba memiliki kesanggupan untuk menabung dan melakukan investasi sebagian besar dari pendapatannya yang itu semua tidak sanggup dilakukannya pada masa lalu ?" Jawaban yang diperoleh dari lapangan penelitiannya adalah bahwa terdapat faktor non ekonomi yang ikut mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi masyarakat. Telah banyak pembaharuan yang erjadi pada periode sebelumnya yang didasarkan pada sejumlah perubahan pengaturan kelembagaan sosial yang terjadi dalam bidang hukum, pendidikan, keluarga, dan motivasi hidup masyarakat.
Hoselitz menekankan bahwa meskipun seringkali orang menunjukkan bahwa masalah utama pembangunan terletak pada aspek modal dan investasi, tetapi ia juga memandang sangat penting adanya ketrampilan kerja tertentu, termasuk jiwa wiraswasta yang tangguh. Ketrampilan ini sangat diperlukan untuk menjadikan modal sebagai investasi yang produktif. Perubahan kelembagaan ini akan menghasilkan tenaga wiraswasta dan administrasi, serta ketrampilan teknis serta keilmuan yang dibutuhkan.
Karenanya, menurut pemikiran Hoselitz, pembangunan memerlukan dua hal penting. Pertama adalah pasokan modal besar dan perbankan. Pemasokan modal dalam jumlah besar memerlukan sejumlah lembaga keuangan yang dapat merangsang peningkatan tabungan dan menyalurkannya dalam bentuk kegiatan ekonomi yang produktif. Di sinilah pentingnya lembaga bank sebagaimana telah ditunjukkan oleh sejumlah negara Eropa pada masa lepas landas. Tanpa lembaga seperti itu, modal besar akan sulit dikumpulkan sehingga menjadi sia-sia dan tidak menghasilkan pembangunan. Hoselitz menunjuk pengalaman Cina pada abad ke-19. Banyak pejabat negara itu yang melakukan korupsi, surplus ekonomi yang terjadi menjadi sia-sia. Uang hasil korupsi ditanam untuk pembelian tanah, atau dipakai untuk mengkonsumsi barang-barang mewah dan tidak berani menyimpannya di lembaga perbankan karena takut ketahuan. Akibatnya, uang yang terkumpul di bank tidak maksimal dan pembangunan tidak berjalan.
Kedua, adanya pasokan tenaga ahli dan terampil. Tenaga yang dimaksud Hoselitz menunjuk golongan masyarakat yang memiliki ketrampilan teknis dan menejerial yang memungkinkannya melakukan kegiatan ekonomi secara efisien dan menguntungkan. Kaum profesional, sarjana teknik, cendekiawan yang menguasai bidang ilmu pengetahuan tertentu dan yang memiliki managerial skill merupakan sumbangan penting bagi pembangunan.
Demikianlah teori Bert F. Hoselitz. Tentu masih banyak faktor non-ekonomi yang masih dapat ditambahkan untuk dapat dibahas. Tetapi, Hoselitz telah memberi sumbangan pada teori pembangunan dengan mengikutkan variabel non-ekonomi sebagai sesuatu yang penting dalam pembangunan perekonomian. Yang menarik adalah, Hoselitz sekalipun tidak secara eksplisit menyebut peran negara, tetapi ia memandang perlu peran negara dalam mendorong faktor kelembagaan perbankan. Faktor non-ekonomi yang meliputi ketrampilan teknis, psikologi, nilai-nilai budaya akhirnya meluas kepada faktor yang lebih nyata, yakni lembaga-lembaga politik dan sosial. Hoselitz bermaksud memberi anjuran pada keterlibatan negara dalam pembangunan ekonomi lebih di arahkan pada mobilisasi faktor-faktor pendukung di luar faktor ekonomi.
Teori Lewis
Perkembangan jumlah penduduk yang pesat akan mengurangi kemampuan suatu negara untuk memperbesar tabungan dan menyebabkan negara tersebut harus mengalihkan lebih banyak dana pembangunan untuk menciptakan fasilitas-fasilitas yang dimungkinkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat semisal penyediaan perumahan, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Dengan demikian resikonya adalah negara harus mengurangi dana yang semestinya dapat digunakan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi yang lebih produktif dan yang akan mendorong negara tersebut untuk menciptakan lebih banyak pekerjaan untuk menjaga agar masalah pengangguran tidak menjadi bertambah buruk keadaannya.
Adanya keadaan sebagaimana diuraikan dalam alenia sebelum ini mendorong beberapa ahli ekonomi untuk membuat tori pembangunan ekonomi dalam masyarakat di mana 1) penduduknya sebagian terbesar masih melakukan kegiatan di sektor pertanian yang tradisionil, dan 2) sektor tersebut mempunyai kelebihan dalam jumlah tenaga kerja sehingga menghadapi masalah pengangguran terbuka dan tersembunyi yang sangat serius. Analisa yang demikian ini dipelopori oleh Lewis.
Sejak awal W.A. Lewis bermaksud mengarahkan teorinya untuk negara-negara yang mengalami kelebihan tenaga kerja. Di banyak negara berkembang, kecuali masalah pembangunan berhadapan dengan jumlah tenaga kerja yang berlebihan, pembangunan juga menghadapi problem kekurangan modal. Lewis tidak menyangkal bahwa di beberapa negara berkembang, misalnya di negera-negara Afrika dan Amerika Latin, justru terdapat masalah kekurangan tenag kerja, tetapidi banyak negara berkembang lainnya, termasuk Indonesia, terdapat penawaran tenaga kerja yang berlebih-lebihan.
Di negara berkembang seperti itu, jumlah penduduknya tidak seimbang dengan modal dan kekayaan alam yang tersedia. Akibat dari keadaan ini terdapat sejumlah kegiatan ekonomi yang produktivitas tenaga kerjanya sangat minim. Bahkan seandainya sejumlah tenaga kerja dipindahkan untuk bekerja di sektor lain, hal ini tidak akan mengurangi produktivitas dari sektor yang pertama.
Kelebihan tenaga kerja tersebut merupakan sumber pengangguran tersembunyi yang sebenarnya dapat digunakan pada sektor lain tanpa mengurangi produksi di sektor mana pada mulanya para penganggur tersebut berada. Sumber-sumber tenaga kerja ini memungkinkan sejumlah negara berkembang mengembangkanb beberapa industri baru dan kegiatan-kegiatan ekonomi baru lainnya tanpa mengalami kekurangan tenaga kerja tak terdidik. Ketersediaan tenaga kerja di negara semacam ini dapat dikatakan sebagai tak terbatas. Memang, pada mulanya negara yang bersangkutan akan mengalami kekurangan tenaga kerja trampil dan terdidik, tetapi dalam jangka panjang hal ini dapat diatasi dengan memperluas pendidikan. Dengan demikian sebenarnya, hambatan pembangunan yang utama adalah kekurangan modal dan kekayaan alam yang terbatas.
Proses pembangunan ekonomi sebagaimana digagas oleh Lewis terkait keadaan negara yang penawaran tenaga kerjanya tak terbatas bertitik tolak pada asumsi selama penawaran tenaga kerja masih jauh melebihi yang dibutuhkan, maka tingkat upah tidak akan mengalami peningkatan. Ini berarti bahwa pendapatan per kapita akan menjadi problem besar jika diinginkan terjadi pembangunan. Solusi paling rasional untuk keadaan semacam ini bagi Lewis adalah meningkatkan modal.
Perekonomian dibedakan menjadi dua sektor, yakni 1) sektor kapitalis, dan 2) sektor subsisten (subsistence). Sektor subsisten adalah sektor ekonomi yang kegiatannya terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari setiap keluarga. Upah yang diterima oleh setiap pekerja di sektor subsisten hanya mencapai tingkat yang memungkinkan para pekerja tersebut mempertahankan hidup bersama keluarganya. Tingkat ini disebut juga sebagai cukup hidup. Sementara itu di sektor kapitalis tingkat upah lebih tinggi daripada sektor subsisten. Hal ini lebih karena beaya hidup yang harus dikelluarkan oleh sektor kapitalis lebih tinggi. Cita rasa, posisi sosial, dan pemukiman di kota besar menjadi penyumbang bagi pengeluaran yang tringgi oleh sektor kapitalis ini.
Dalam keadaan seperti tersbut di atas, maka pembangunan yang akan berlangsung bertumpu pada penanaman kembali keuntungan-keuntungan yang diciptakan sektor kapitalis. Apabila sektor kapitalis memperoleh keuntungan maka keuntungan itu akan ditanam kembali oleh para pengusaha dalam bentuk investasi. Kegiatan investasi ini berlangsung terus menerus dan akan menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor kapitalis dan dengan demikian pembangunan dapat diharapkan berlangsung berkesinambung- an.
Semakin banyak keuntungan di sektor kapitalis, dan keuntungan itu oleh para pengusaha diinvestasikan lagi di sektor yang sama dalam bentuk pendirian perusahaan-perusahaan baru maka akan lebih banyak kesempatan kerja tercipta yang akhirnya dapat meningkatkan produksi dan pembangunan ekonomi. Proses ini terjadi berulang-ulang sehingga semakin lama semakin besar tingkat keuntungan yang diciptakan di sektor kapitalis. Hal ini akan berakibat pada peningkatan investasi dan perkembangan ekonomi yang meningkat tajam. Secara sederhana, itulah yang merupakan inti dari teori Lewis terkait pembangunan ekonomi.
Teori Fei-Ranis
John Fei dan Gustav Ranis dalam karangan mereka berjudul A Theory of Economic Development (1961) telah menelaah 'proses peralihan yang diharapkan akan dilewati suatu negara terbelakang untuk beranjak dari keadaan stagnasi ke arah pertumbuhan swadaya. Teori ini tidak berbeda jauh dari teori Lewis sebagaimana telah diuraikan. Analisis Fei-Ranis dimaksudkan sebagai teori pembangunan untuk sejumlah negara berkembang yang disatu pihak menghadapi kelebihan penduduk sehingga mengalami masalah pengangguran yang serius, dan di lain pihak ketersediaan kekayaan alam yang dapat dikembangkan sangat terbatas. Walaupun corak dan karakter negara berkembang yang dianalisis sama, tetapi Fei dan Ranis memiliki fokus kajian yang berbeda dengan apa yang telah dilakukan dan dihasilkan oleh Lewis. Teori Lewis tekanan analisisnya pada sektor kapitalis dan sektor subsisten dengan mengabaikan sektor pertanian, sedangkan Fei dan Ranis boleh dikata justru memberi penekanan pada sejumlah perubahan yang terjadi di sektor pertanian.
Secara keseluruhan analisis Fei dan Ranis dapat dikatakan sebagai lebih mendalam daripada apa yang dilakukan Lewis. Teori Fai-Ranis tidak saja berbicara tentang tenaga kerja tak terbatas, tetapi juga secara terperinci menunjukkan pengaruh yang diberikan oleh sektor pertanian terhadap pembangunan yang akan berjalan. Analisis Fai-Renis juga menunjukkan pengaruh dari pertambahan penduduk terhadap proses pembangunan yang akan berlaku, pengaruh sistem pasar terhadap interaksi antara sektor pertanian dan sektor industri serta waktu yang dibutuhkan bagi suatu negara untuk menjadi negara industri.
Titik perhatian Fei-Renis memang keadaan negara berkembang yang sebagian besar penduduknya merupakan petani, tingkat pertambahan penduduknya tinggi, pengangguran terjadi dengan sangat hebat. Sekalipun mayoritas penduduknya adalah petani tetapi ekonomi pertaniannya mandeg. Bidang non-pertanian memang ada tetapi tidak banyak menggunakan modal. Fei-Renis berasumsi bahwa pembangunan harus terdiri dari pengalokasian kembali surplus tenaga kerja di sektor pertanian, yang sumbangannya terhadap output dapat diabaikan, ke sektor industri yang akan membuatnya produktif dengan upah yang sama dengan upah di sektor pertanian. Di sinilah inti teori Fei dan Renis tersebut.
Berdasarkan asumsi tersebut, Fei-Renis menganalisis pembangunan ekonomi surplus buruh menjadi tiga tahap, pertama para penganggur tersembunyi, yang tidak menambah output pertanian, dialihkan ke sektor industri dengan upah yang sama dengan ketika ia berada di sektor pertanian. Tahap kedua, pekerja pertanian yang menambah output pertanian tetapi produktivitasnya lebih kecil dari upah yang diterima juga dipindahkan ke sektor industri. Jika migrasi buruh ini berlangsung terus, akan dicapai suatu titik di mana perkerja pertanian menghasilkan output yang sama dengan upah yang diterimanya. Tahap ketiga adalah yang menandai berawalnya tahap pertumbuhan swasembada yakni, pada saat buruh pertanian mampu menghasilkanoutput lebih besar daripada upah yang diterimanya. Ini menandai keadaan di mana surplus buruh sudah terserap dan sektor pertanian berangkat menjadi komersial.
Sekali lagi, bahwa model teori Fei-Renis tersebut merupakan penyempurnaan terhadap model Lewis. Lewis mengabaikan pengembangan sektor pertanian dan memusatkan diri pada semata-mata sektor industri. Sementara Fei dan Renis menunjukkan interaksi antara kedua sektor tersebut di dalam mengawali dan mempercepat pembangunan. Keunggulan pokok teori ini ialah bahwa ia menunjukkan arti penting produk pertanian di dalam menghimpun modal di negara berkembang atau bahkan terbelakang.
Minggu, 23 Mei 2010
Langganan:
Postingan (Atom)