Jumat, 10 Desember 2010

KOMUNIKASI

Mendefinisikan Komunikasi

Shanon dan Weafer (1949) dengan agak politis menyampaikan pengertiannya mengenai komunikasi sebagai 'mencakup semua prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi orang lain. Seperti itu pulalah Shachter (1951) menegaskan bahwa 'komunikasi merupakan mekanisme untuk melaksanakan kekuasaan'. Definisi semacam itu menempatkan komunikasi sebagai unsur kontrol sosial dimana seseorang mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi perilaku, keyakinan, sikap orang lain dalam suasana sosial.
Suasana sosial terjadi ketika tindakan interaksi dua atau lebih individu memiliki makna (meaningfull) bagi masing-masing yang terlibat. Seseorang tidak dianggap sebagai sedang berkomunikasi dengan orang lain jika tindakannya tidak bermakna bagi orang lain tersebut. Tindakan seseorang menjadi bermakna komunikasi jika dimaknai oleh orang lain dan karena pemaknaan itu maka muncullah respon.
Dalam bingkai sosial, Dance (1967) mendefinisikan komunikasi sebagai 'pengungkapan respon melalui simbol-simbol verbal dimana simbol-simbol verbal itu bertindak sebagai perangsang (stimuli) bagi respon yang terungkapkan'. Dalam pengertian yang dipublikasikan oleh Dance terkandung pemahaman bahwa komunikasi memiliki mekanisme adanya stimuli dan kemudian memunculkan respon.
Tidak penting untuk mengungkapkan semua definisi yang dikemukakan oleh sejumlah peneliti komunikasi, yang lebih penting adalah mengkaji beberapa unsur yang ada dalam setiap definisi dan kemudian mengkritisinya untuk mendapatkan definisi yang komprehensif. sebagai pegangan dalam pembahasan efek sosiologis yang ditimbulkan oleh
komunikasi.
Penting dipahami bahwa setiap pembicaraan tentang komunikasi setidaknya menyangkut komunikator, pesan, saluran, tujuan, komunikan, dan respon. Unsur dasar dari komunikasi ini terbingkai dalam situasi sosial. Tidaklah menjadi komunikasi jika tidak ada komunikator, yakni orang atau sekelompok orang yang berinisiatif untuk menstransformasikan sejumlah gagasan atau ide yang seringkali disebut sebagai isi pesan. Bukan juga sebuah komunikasi jika tidak terdapat pesan yang akan disampaikan. Mempertimbangkan media atau saluran sebagai sarana penyampaian ide juga menjadi penting untuk ditempatkan sebagai unsur komunikasi. Begitu juga tidak akan ada komunikasi jika tidak terdapat komunikan atau orang yang menjadi sasaran transformasi pesan tersebut. Yang terakhir, tentu mudah dipahami jika hasil dari pemaknaan yang dilakukan oleh target komunikasi itu akan melahirkan respon, karena justru pada respon inilah komunikasi dibantu penganalisisannya terkait keberhasilan atau sebaliknya dari suatu kejadian komunikasi itu.
Sebagai pegangan dalam pembahasan buku ini, penulis mengetengahkan definisi standar tentang komunikasi yang dihasilkan dari pencermatan atas sejumlah fenomena komunikasi sekaligus mempertimbangkan beberapa definisi sebagaimana yang dihasilkan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Komunikasi adalah aktivitas transformatif dalam suasana sosial.
Dalam definisi yang diajukan ini terdapat perluasan konsep tentang makna komunikasi. Bukan saja ide dan atau sejumlah gagasan yang datang dari dunia abstrak manusia saja yang terkandung dalam proses komunikasi, tetapi yang materialistik atau kebendaanpun dapat menandai adanya komunikasi. Singkatnya, transformasi dalam kaitan ini tidak hanya menyangkut ide-ide tetapi juga benda-benda sekalipun pada akhirnya benda-benda itulah yang menjadi pembawa makna.
Sebagaimana yang telah banyak ditulis dalam sejumlah atau bahkan semua buku komunikasi, transformasi dalam komunikasi ini selalu memerlukan alat sebagai medianya. Tanpa adanya sesuatu yang dapat mengantarkan pesan agar sampai kepada yang ditargetkan tentu segala macam yang hendak ditransformasikan ini berhenti hanya menjadi sekedar potensi. Ketika sejumlah gagasan dan ide itu tidak menemukan saluran ataupun media yang mensaranai perpindahannya kepada 'dunia' milik orang lain, maka gagasan itu tidak aktual tetapi hanya potensial yang tidak menghasilkan komunikasi. Ketika komunikasi itu melibatkan 'dunia' milik orang lain maka ketika itulah istilah situasi sosial dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.

Proses Komunikasi

Model paling sederhana dari proses komunikasi menunjukkan tiga elemen penting dari komunikasi, yakni (1) pengirim (sender/komunikator), (2) pesan (massage), dan terakhir adalah (3) penerima (receiver/komunikan). Jelaslah bahwa jika salah satu dari elemen itu hilang maka tidak akan terjadi komunikasi. Orang dapat saja mengirim pesan, tetapi juga tidak ada yang mendengar, maka tidak ada komunikasi yang terjadi.
Sebagaimana model sederhana, maka ia tidak memberitahu apapun tentang kerumitan proses komunikasi. Misalnya, kebanyakan orang mengenal dengan baik perangkat bernama telepon. Melalui sarana telepon orang bisa membisikkan pesan ke telinga orang lain. Orang lain ini kemudian membisikkan lagi pesan tersebut kepada orang yang lain lagi, dan begitu seterusnya. Penelepon pertama mungkin saja mengirimkan pesan tetapi penerima telepon mendengar pesan yang tidak sebagaimana dimaksudkan oleh peneleponnya.
Menyadari kerumitan dalam komunikasi maka model sederhana tersebut dalam perkembangan selanjutnya direvisi dengan menambahkan detail baru berupa saluran, pengkodean, dan umpan balik (feedback). Dalam pembahasan di bawah ini, model yang lebih lengkap akan diuraikan masing-masing elemen dalam proses komunikasi.
Pengirim (sender)
Dalam suatu kelompok atau organisasi, pengirim pesan (sender) adalah seseorang yang memiliki kebutuhan, keinginan, atau informasi serta kepentingan untuk mengkomunikasikannya kepada seseorang atau sekelompok orang. Pemimpin selalu ingin mengkomunikasikan informasi kepada bawahannya tentang sesuatu hal yang harus dikerjakan bawahan. Ketua adat selalu berkepentingan mengirim informasi terkait pelaksanaan ritual tradisi kepada anggota masyarakatnya. Begitu juga pucuk pimpinan partai, ia selalu berkepentingan menginformasikan kepada massanya untuk kebijakan-kebijakan yang harus dikembangkan atau diaplikasikan di tingkat massa.
Pengkodean (encoding)
Pengirim mengkodekan informasi yang akan disampaikan dengan menerjemahkannya terlebih dahulu ke dalam serangkaian simbol atau isyarat. Pengkodean perlu karena informasi hanya dapat ditransfer dari satu ke lain orang lewat gambaran atau simbol. Karena komunikasi adalah obyek pengkodean, pengirim berusaha menetapkan mutualitas dari suatu pengertian (pengertian bersama) dengan penerima melalui pemilihan sejumlah simbol.
Simbol-simbol termaksud berbentuk kata-kata atau isyarat yang diyakini oleh pengirim memiliki arti yang dapat dimengerti oleh penerima. karena penerima memiliki pengertian yang sama atas sejumlah simbol itu dengan si pengirim. Tidak adanya kesamaan pengertian merupakan salah satu penyebab kesalahpahaman yang paling lazim menyebabkan tidak adanya komunikasi. Di beberapa negara Timur Tengah misalnya, persetujuan atau kata 'ya' ditunjukkan dengan gelengan kepala, sedangkan penolakan 'tidak' ditampakkan dengan tindakan mengangguk. Mengangguk dan menggeleng di masyarakat Timur Tengah memiliki pengertian yang sebaliknya dengan masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi salah satu contoh perlunya ada kesamaan kode sebelum seseorang dari Indonesia berkomunikasi dengan seseorang anggota masyarakat Timur Tengah. Kata 'bajingan' memiliki arti yang berlawanan bagi masyarakat Jawa dan Kupang Nusa Tenggara Timur. Bagi masyarakat Jawa kata 'bajingan' memiliki makna yang cenderung negatif, sementara bagi masyarakat Kupang kata itu berarti perlente atau tampan.
Pesan (message)
Pesan di dalam proses komunikasi adalah gagasan yang termuat dalam kode yang muncul dalam kesadaran penerima. Gagasan itu diterima melalui proses inderawi juga sekaligus dapat diterima melalui kesadaran. Pidato dapat didengar, surat dapat dibaca, isyarat dapat dilihat dan dirasakan. Pelukan dapat dirasakan sebagai ungkapan rasa sayang, begitu juga ciuman. Lambaian tangan dapat mengantarkan pesan perpisahan bagi penerimanya. Pesan-pesan non-verbal semacam ini merupakan bentuk komunikasi yang sangat penting, karena ini sering lebih jujur, lebih apa adanya daripada pesan-pesan verbal atau tertulis.Ucapan 'selamat pagi' pemimpin sambil jidatnya terlipat kepada bawahan yang terlambat datang jelas mengkomunikasikan sesuatu pesan yang bukan sekedar salam penghormatan.
Saluran (channel)
Saluran adalah sarana trasformasi pesan atau sarana yang dipakai untuk menampung pesan yang dikirimkan. Udara untuk kata-kata yang diucapkan, kertas untuk surat yang ditulis dan dikirimkan. Komunikasi yang efektif ditandai oleh pemilihan saluran yang berkesuaian dengan karakter pesan. Penanda identitas seseorang yang telah meninggal lebih tepat dipahatkan di batu karena tahan lama menyimpan informasi berharga, sedangkan media saluran seperti itu jelas tidak cocok jika dipakai menulis pesan-pesan kantor. Demikian pula mengucapkan selamat malam melalui memo. Berkirim pesan kepada istri di rumah ketika suami sehari berada di luar kota jelas akan terasa menggelikan kalau harus melalui surat, sedangkan SMS (Short Message Service) atau layanan pesan singkat sangat difasilitasi oleh teknologi handphone.
Akan sangat tidak efektif kegiatan tawar menawar sesuatu komoditas dengan mitra bisnis di luar negeri dilakukan dengan surat-menyurat sementara internet memfasilitasi kegiatan itu dengan sangat efektif sekaligus efisien.
Penafsiran Kode (decoding)
Penafsiran kode adalah proses dimana penerima menafsirkan pesan dan menerjemahkannya menjadi informasi yang berharga baginya. Penafsiran kode dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu si penerima, intepretasi pribadi terhadap simbol atau isyarat yang digunakan oleh pengirim pesan, harapan, serta kesamaan pemaknaan arti dengan si pengirim. Penerima tidak akan dapat menafsirkan pesan dalam bahasa yang tidak dikenalnya. Pada umumnya makin tepat penafsiran penerima terhadap pesan yang dimaksud oleh pengirim, maka kecenderungannya akan semakin efektif komunikasi yang terjadi.
Penerima (receiver)
Penerima adalah orang menafsirkan pesan dari pengirim. Ia merupakan target komunikasi. Jika pesan tidak sampai pada penerima, maka komunikasi tidak akan terjadi.
Penerimaan pesan oleh penerima sangat dipengaruhi oleh meaning process atau proses pemaknaan atas simbol-simbol yang sampai pada dirinya entah secara inderawi ataupun perasaan dan kesadarannya. Pengalaman masa lalu menyebabkan penerima berharap untuk mendapat atau mendengar pesan yang sama dalam situasi yang serupa. Kecenderungan lain yang ikut mempengaruhi tingkat penerimaan pesan oleh si penerima ini diantaranya pengabaian atas informasi yang bertentangan dengan yang diketahuinya. Ketika terdapat pesan yang tidak sesuai dengan pemikirannya, orang cenderung mengabaikan pesan itu. Sangat sedikit orang dalam keadaan yang demikian bersedia mengubah pikirannya demi penyesuaian dengan pesan yang diterima.
Umpan-balik (feedback)
Umpan balik adalah pembalikan dari proses komunikasi kepada si pengirim dari penerima ketika penerima merespon pesan-pesan yang telah dimaknai dan dimengerti. Dalam hal ini, penerima berubah posisi menjadi pengirim dan proses komunikasinya terjadi sebagaimana proses ketika ia menjadi penerima. Ada sejumlah bentuk umpan balik, diantaranya adalah langsung, yakni secara lisan untuk sekedar pemberitahuan bahwa pesan telah diterima, dan umpan balik tak langsung yang mungkin saja dinyatakan lewat tindakan atau dokumen semisal surat atau SMS.
Umpan balik bersifat bebas (opsional) dan dapat hadir dalam berbagai tingkatan (dari minimal hingga maksimal) pada situasi tertentu. Pada kebanyakan komunikasi kelompok atau organisasi, makin banyak umpan balik, akan semakin besar kemungkinan terjadinya proses komunikasi yang efektif. Misalnya, umpan balik yang dini akan memungkinkan pemimpin mengetahui permintaannya ataupun instruksinya telah dipahami dan diterima. Semakin cepat terjadi umpan balik maka pemimpin memiliki waktu untuk lebih cepat memahami capaian tujuan komunikasinya. Ketika apa yang dituju oleh seseorang dengan melaksanakan komunikasi itu tidak tercapai dan hal itu diketahuinya dengan segera, maka seseorang tersebut memiliki kesempatan lebih awal melakukan koreksi-koreksi seperlunya sebelum melanjutkan komunikasi lagi.