Kamis, 22 Agustus 2013



INTERAKSI SOSIAL DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Dunia pengalaman sehari-hari, sebagaimana yang sering disebut sebagai dunia kehidupan sosial adalah dunia yang bergerak, konkret dan padat dengan pengalaman-pengalaman unik yang berasal dari pengalaman individual yang bersifat pribadi, dan dari dunia tempat manusia lahir, hidup, mati, serta dunia tempat manusia mencintai, membenci, kalah dan menang, berharap dan putus asa. Sebagaimana sering disebut dalam perkuliahan Sosiologi Pendidikan bahwa pendidikan pada prinsipnya adalah proses mengubah pengalaman, maka tentu menjadi wajar jika dikatakan bahwa praktek pendidikan adalah juga praktek interaksi sosial. Mengapa interaksi sosial ? Tulisan berikut ini semoga menyediakan informasi yang bermanfaat terkait jawaban atas pertanyaan dengan cara bagaimana interaksi sosial itu dapat mengubah pengalaman dalam dunia pendidikan.

Interaksi Sosial

            Secara sederhana, interaksi sosial dapat diartikan sebagai pertukaran makna dalam hubungan sosial yang terjadi antar individu. Dalam tradisi Weberian, makna dalam kaitan ini adalah sesuatu yang bernilai bagi orang lain. Interaksi sosial dengan demikian terjadi di lingkungan sosial individu manusia. Lingkungan sosial dalam pengertian ini adalah  lingkungan masyarakat yang terdiri dari sekumpulan individu mengingat kebutuhan interaksi ini sebagai hal alamiah sebagai perwujudan karakter manusia sebagai makhluk sosial. Dengan demikian maka sebenarnya interaksi sosial memiliki pengertian yang sangat luas menyangkut segala macam peristiwa dimana beberapa individu terlibat di dalamnya. Yang jelas interaksi tersebut terjadi dalam kelompok atau dalam masyarakat.
            Interaksi sosial dapat terjadi secara langsung, begitu juga dapat terjadi secara tidak langsung. Dalam interaksi langsung, antar individu terlibat tindakan saling memberi dan menerima dalam suasana dyadic partnership (kelompok duaan). Masing-masing individu saling memberi dengan dasar pertimbangan individual yang bersifat pribadi. Hubungan yang terjadi dalam hal ini bersifat timbal balik. Bahkan, sering terdapat suatu keterlibatan emosional yang mendalam pada kedua belah pihak terhadap satu dengan yang lain. Sistem sosial yang di dasarkan pada interaksi sosial langsung ini cenderung menghasilkan struktur sosial yang bersifat segmental. Masing-masing kelompok duaan ini hanya menikmati integrasi sosial untuk sekedar cukup bagi dirinya sendiri saja dan cenderung sulit mengintegrasikan secara sosial pada kelompok yang lebih besar dan menyeluruh.
            Berlawanan dengan interaksi langsung, interaksi sosial tidak langsung dapat menyumbang integrasi dan solidaritas kelompok yang lebih besar dengan cara yang lebih efektif. Ia dapat menghasilkan suatu tingkat integrasi sosial yang lebih besar daripada yang dihasilkan oleh interaksi sosial secara langsung. Tegasnya, semua individu dalam suatu masyarakat akan terjalin semua atau terhubungkan oleh interaksi sosial tak langsung ini. Interaksi jenis ini dapat saja memakai sarana penghubung sebagaimana media, namun dapat juga berlangsung tanpa disaranai saluran media.
            Sekalipun dapat dirinci sejumlah tujuan dari interaksi sosial sebagaimana yang akan diuraikan setelah ini, sebenarnya tujuan utama dari proses interaksi sosial ini adalah untuk memungkinkan individu-individu yang terlibat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individualistiknya. Interaksi sosiallah yang menjaga keteraturan dalam masyarakat dan bahkan dapat merekonstruksi masyarakat, tak terkecuali dunia pendidikan.
            Uraian panjang tentang interaksi sosial tentu masih memerlukan pelengkapan dengan menguraikan jawaban dari pertanyaan, mengapa itu terjadi ? Jawaban sederhana dan benar tetapi jauh dari memadai dan cenderung menyesatkan adalah ketika dikatakan bahwa interaksi itu memang seharusnya terjadi sebagai implikasi praktis dalil bahwa manusia adalah makhluk sosial. Jawaban akademik yang dapat dimunculkan terkait pertanyaan tersebut adalah adanya sejumlah sebab sebagaimana yang akan diuraikan secara rinci berikut ini.

            1.         Identifikasi
            Indentifikasi adalah proses ketika seseorang individu terdorong untuk mempersamakan dirinya dengan seseorang individu lain yang dikenalnya. Identifikasi juga dapat diartikan sebagai dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. Misalnya, seorang murid yang terdorong untuk identik dengan gurunya dari sisi lahir juga sekaligus batin. Maksudnya, murid memiliki kecenderungan mengambil alih sikap-sikap dan tingkah laku gurunya sesuai kemampuan yang ada dalam anak tersebut.
            Proses ini sangat personal dan cenderung berawal dari ketidaksadaran. Ketidaksadaran dalam kaitan ini artinya adalah bahwa proses itu berlangsung tanpa direncanakan, terjadi dengan sendirinya di luar kontrol kognitif. Kesadaran yang kemudian muncul barulah sekedar perasaan meng'alam'i dan cenderung irasional, hanya berdasarkan perasaan adanya sesuatu yang muncul dalam kesadaran seseorang. Ketika kesadaran itu meningkat, maka muncullah kebutuhan untuk melengkapi proses identifikasi tersebut dengan pengadopsian sistem norma, nilai, cita-cita, serta tingkah laku dari orang lain yang diinginkan untuk disamainya tersebut.
            Ada proses sosial dalam peristiwa identifikasi ketika proses ini berlangsung dengan keterlibatan orang lain. Berangsur-angsur, akumulasi atas hasil proses identifikasi ini akan membentuk identitas sosial, yakni 'definisi diri' dalam pengertian keanggotaan seseorang dalam kelompok sosial. Konsepsi tentang 'diri' bisa dicontohkan individu siswa akan menghayati ke-diri-annya dari sudut pandang kelompok sosial secara keseluruhan dari mana ia berasal. Dalam pengertian ini maka sebenarnya identifikasi tersebut akan menghasilkan identifikasi personal juga sosial.
            Kehendak untuk mengidentifikasikan secara personal dirinya dengan orang lain dan kemudian memungkinkan munculnya identitas sosial inilah yang mengakibatkan masing-masing individu terlibat dalam interaksi sosial. Secara personal, identifikasi dilakukan oleh seseorang yang melihat orang lain memiliki keunggulan ideal dalam satu atau sejumlah segi yang tidak dimilikinya. Sebagai kekurangan, sesuatu yang belum dimilikinya tersebut dapat diperoleh dengan berusaha mengidentikkan diri dengan orang lain, terutama dari segi-segi tertentu yang dia anggap sebagai keunggulan yang layak dimilikinya. Usaha identifikasi ini berlangsung baik disadari maupun sebaliknya.
            Identifikasi juga terjadi jika individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap kelompok lain dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan yang menyenangkan dengan pihak lain tersebut. Dalam hal demikian, maka identifikasi menjadi sarana dan cara memelihara hubungan baik sebagaimana keinginannya.
            Pada anak-anak dan orang berusia sekolah proses identifikasi sikap dan perilaku ini tampak lebih jelas daripada yang terjadi pada orang dewasa atau tua. Dengan mudah kita dapat mengamati adanya peniruan sikap dari model yang diidolakan.
            Identifikasi tidak selalu berarti meniru sikap serupa, tetapi dapat juga berarti mengambil sikap yang diperkirakan akan disetujui pihak lain yang sikapnya atau perilakunya diambil. Misalnya, seorang siswa berikap dan bertingkah laku sebagaimana yang diharapkan oleh gurunya dengan maksud agar terpelihara hubungan baik dengan guru yang tentu guru tersebut memiliki harapan tertentu pada diri siswa yang bersangkutan.
            Bentuk identifikasi yang lain adalah yang terjadi ketika individu bermaksud memelihara hubungan dengan kelompok yang kebetulan kelompok tersebut berharap pada individu untuk bersikap yang sama. Individu bersikap sesuai harapan kelompok dan sesuai dengan peranannya dalam hubungan sosial dalam kelompok tersebut. Contohnya, seorang siswa akan bersikap sebagaimana layaknya sikap siswa lain di suatu sekolah.
            Dengan demikian maka, sebenarnya identifikasi dalam proses sosial itu tidak selalu sesuai dan memuaskan bagi individu yang bersangkutan, tetapi pada sebagaian kasus, identifikasi berlangsung atas kepentingan atau kepuasan pihak lain. Kepuasan ini berkaitan dengan situasi tertentu tempat individu berada dan menjalankan perannya. Sebagai contoh lagi, adalah seorang siswa yang bersikap sebagaimana sikap siswa lain di sekolahnya, tetapi ketika pulang ia mengidentifikasi sikap anak saat berinteraksi dengan oraang tuanya. Ini terjadi karena individu diharapkan mengidentifikasikan dirinya pada dua situasi yang berbeda.

            2.         Imitasi
            Imitasi adalah proses peniruan identitas dari orang yang tidak dikenal. Dunia kehidupan sosial sebenarnya dipenuhi oleh tindakan-tindakan imitasi saja. Tindakan mengimitasi adalah tindakan mengambil alih 'sesuatu' dari orang lain yang tidak dikenal. Jika identifikasi diambil dari orang lain yang dikenal, imitasi mengambil dari orang yang tidak dikenal.
            Interaksi sosial terjadi karena hasrat imitasi dari individu-individu dalam kelompok. Adakalanya hasrat itu muncul ketika melihat seseorang yang tidak dikenalnya memiliki sesuatu atau cara bertindak yang dipandang layak untuk ditiru. Ketika muncul hasrat ini maka seseorang terdorong untuk mendekati seseorang yang lain dalam suatu interaksi sosial yang memungkinkannya terjadi tindakan imitasi tersebut.
            Dalam hal berkomunikasi, seseorang individu sejak masa kanak-kanak hingga dewasa juga dipenuhi kegiatan imitasi. Seseorang yang ingin diterima menjadi anggota suatu kelompok yang sebelumnya sama sekali tidak dikenalnya, cenderung untuk mengimitasi sejumlah tindakan terkait cara atau model berkomunikasi. Cara berbicara, bersikap, terkait etika berkomunikasi juga menjadi perhatian seseorang untuk mengimitasi dari kelompok baru yang ingin dimasuki agar kelompok baru tersebut mau menerimanya sebagai anggota.
            Banyak lagi contoh lain yang dapat menguatkan pernyataan yang mengatakan bahwa hampir sepanjang sejarah hidup manusia selalu diwarnai oleh proses imitasi ini. Cara berpakaian, cara makan, mengerjakan sesuatu di kantor, cara menyanyi, praktek keberagamaan, dan lain-lain dilakukan oleh manusia dengan terlebih dahulu mengimitasinya dari orang lain. Proses ini terjadi dalam interaksi sosial di dunia kehidupan sosial yang berlangsung terus menerus dari masa lalu, masa kini hingga masa yang akan datang. Pertanyaan sederhana yang mungkin muncul kemudian adalah apakah imitasi yang menjadi penyebab munculnya interaksi sosial, ataukah interaksi sosial yang menjadikan proses imitasi berlangsung ?
            Sepintas tampak sebagaimana telur dan ayam. Tetapi, yang perlu diingat adalah bahwa pengertian imitasi adalah peniruan dari orang yang tidak dikenal sehingga sebenarnya interaksi sosial muncul sebagai akibat maksud imitasi. Karena seseorang ingin mengimitasi tindakan seseorang, maka agar proses imitasi tersebut berlangsung lancar kecenderungan logisnya adalah ia harus berinteraksi dengan yang hendak diimitasi. Itulah sebabnya, imitasi menjadi salah satu penyebab adanya interaksi sosial.
            Imitasi juga mengandung hal yang negatif. Mungkin saja hal yang diimitasi itu salah sehingga perjalanan kesalahan yang pada awalnya terlokalisasi di wilayah individu berangsur-angsur terakumulasi menjadi kesalahan kolektif yang meliputi jumlah individu yang banyak. Bisa jadi juga proses imitasi berlangsung tanpa pertimbangan logis, tanpa pertimbangan akal pikiran yang memadai. Kebiasaan seperti ini menghambat tumbuhnya berpikir kritis.

            3.         Sugesti

            Sugesti adalah keadaan ketika tanpa sadar seseorang meniru tindakan orang lain. Peniruan ini cenderung dilakukan dengan perasaan senang. Dengan mengambil identitas orang yang ditiru orang yang terkena sugesti tersebut merasa telah menyamai yang ditiru.
            Sugesti tidak saja mengenai orang kepada orang. secara langsung. Adakalanya, kita menjadi sugestifel (mudah terkena sugesti) ketika aspek inderawi kita menerima stimulus dari sosok yang kita kagumi. Menonton film karate dengan bintang yang kita kagumi, misalnya, keluar gedung bioskop tanpa kita sadari cara berjalan kita meniru aktor karate tersebut. Begitu juga kalau kita sedang menonton pertunjukkan musik dari grup yang kita kagumi, secara tak sadar sebagian tindakan kita menjadi mirip dengan tindakan anggota grup musik tersebut.
            Dalam sugesti yang demikian ini selalu ada unsur kekaguman. Seseorang terhindar dari sugesti jika tidak mengagumi. Kekaguman ini terkait dengan tindakan atau perilaku, bukan atribut-atribut sosial. Kita mengagumi kyai, tetapi bukan atribut sosial kyainya yang membuat kita sugestifel, tindakan dan perilaku kyai sebagai orang yang kita kagumilah yang membuat kita tanpa sadar meniru kyai.
            Sugesti muncul dalam interaksi sosial juga muncul dari dalam diri sendiri. Interaksi sosial memungkinkan terjadinya sugesti. Sugesti diterima dari orang lain tanpa adanya daya kritis dan sejumlah besarnya diterima tanpa sadar. Tentang sugesti yang diterima dari orang lain ini lazim disebut hetero-sugesti. Sedangkan sugesti yang datang dari dalam dirinya sendiri disebut auto-sugesti. Contohnya, sering kita merasa belum sembuh dari sakit hanya karena kita belum bersentuhan dengan dokter, padahal kita sudah sehat. Dunia kehidupan sosial kita, termasuk dunia pendidikan, dipenuhi oleh penerimaan individu terhadap pedoman-pedoman hidup, norma, pandangan, dan lain sebagainya tanpa adanya daya kritik terlebih dahulu. Inti daripada sugesti ialah didesakkannya suatu keyakinan kepada seseorang yang olehnya diterima mentah-mentah tanpa pertimbangan akal. Menyugesti orang berarti mempengaruhi proses kejiwaan orang lain sehingga orang lain tersebut mengikuti dan berbuat sebagaimana yang dikehendaki oleh orang yang menyugesti.
            Orang yang memiliki kekuatan pengaruh cukup besar untuk dapat menyugesti orang lain disebut sugestif. Sedangkan orang yang berkemungkinan mudah menerima sigesti adalah sigestifel. Orang-orang sugestifel adalah orang-orang yang memiliki sifat mudah dipengaruhi. Ia tergolong orang yang tidak menyertekan pertimbangan-pertimbangan rasionalitas dalam setiap keputusan yang dibuatnya.
            Setidaknya terdapat lima syarat yang harus dipenuhi terkait dengan terjadinya sugesti, yakni adanya hambatan berpikir, dissosiasi,  otoritas,  mayoritas, keraguan.

            a.         Hambatan Berpikir
            Orang yang mengalami keadaan kejiwaan yang ditandai adanya hambatan dalam berpikir selalu merupakan orang yang mudah dikenai sugesti. Orang yang mengalami hambatan berpikir adalah orang yang sulit berpikir kritis. Segala sesuatu diterima sebagaimana penerimaannya yang tanpa mempertimbangkan sisi rasionalitasnya. Itulah sebabnya maka bagi yang memiliki daya kritis, artinya orang tersebut tidak mengalami gangguan berpikir maka cenderung sulit dikenai sugesti. Makin kurang daya kritiknya, makin mudah orang terkena sugesti.
            Keadaan batin yang lelah biasanya juga cenderung menghambat pikiran. Kelelahan karena telah berjam-jam terlibat dalam diskusi politik yang seru, akan menghalangi bekerjanya pikiran secara memadai. Hambatan emosional ini tentu akan memperlambat daya kritiknya terhadap stimulus yang hadir dalam kesadarannya. Dalam hal seperti ini, orang yang bersangkutan sangat mungkin mudah menerima sugesti.

            b.         Dissosiasi
            Keadaan pikiran yang terpecah belah (dissisiasi) cenderung memudahkan seseorang menerima sugesti. Kebingungan menghadapi bermacam-macam persoalan dan merasa sulit untuk berpikir secara fokus, mengakibatkan orang tersebut mudah menerima apapun yang dikatakan orang lain. Secara psikologis setiap orang ingin segera mengakhiri kebingungannya dengan membuat keputusan dengan segera. Tuntutan pembuatan keputusan secara segera inilah yang memperkecil ruang rasionalitas untuk berkerja optimal. Kecenderungannya adalah, kecilnya ruang operasi rasionalitas inilah yang menjadikan seseorang tersebut mudah menerima sugesti.
            Tanpa berpikir panjang tentang apa yang dikatakan oleh orang lain kepadanya, ia segera mengikuti apa yang dikatakan orang lain tersebut hanya karena seseorang cenderung ingin segera mengakhiri pikiran yang terpecah belah. Ketika seseorang atau sekelompok orang mengalami kebingungan karena keadaan pikiran yang terpecah belah, maka inilah surga bagi orang yang ingin menyugesti untuk mendesakkan keinginannya.

            c.         Otoritas
            Dalam bahasa kepemimpinan, otoritas ini adalah sumber kekuasaan legitimasi, yakni sumberdaya yang dimiliki oleh seseorang pemimpin karena posisinya dalam organisasi. Orang yang memiliki otoritas yang legal dalam kelompoknya sangat mungkin mendapatkan kepatuhan dari orang lain. Seseorang yang memiliki otoritas berkecenderungan mendapatkan kepatuhan dari orang lain terutama orang-orang dalam wilayah otoritasnya. Setiap kata-kata dan tindakannya dipercaya sebagai sesuatu yang benar dan layak ditiru untuk dikerjakan.
            Seseorang yang berada di wilayah otoritas orang lain cenderung mudah menerima sugesti orang lain tersebut. Seorang murid cenderung mudah menerima sugesti dari gurunya daripada seorang yang bukan murid. Hal ini dimungkinkan karena murid berada di wilayah otoritas guru. Seseorang staf dibagian keuangan suatu kantor pemerintahan akan cenderung mudah disugesti oleh kepala bagiannya karena staf tersebut berada di bawah otoritas kepala bagiannya.

            d.         Mayoritas
            Ketika seseorang berada dalam situasi sosial, dimana mayoritas atau sebagian terbesar dari anggota kelompok itu menyetujui atau menerima sesuatu, maka seseorang itu cenderung mudah menerima sugesti yang diakibatkan oleh persetujuan mayoritas tersebut. Orang akan merasa terasing jika tidak mengikuti apa yang diputuskan oleh sebagian terbesar anggota kelompoknya.
            Mengikuti kehendak mayoritas dapat menimbulkan perasaan di dalam kolektivitas dengan identitas yang sama. Sementara menolak pilihan mayoritas akan membuat orang merasa tersingkir dari pergaulan kelompok. Karenanya, dalam situasi dimana terdapat pilihan mayoritas maka seseorang itu mudah menerima sugesti. Artinya adalah, bahwa seseorang itu mudah menerima sugesti ketika dalam kelompoknya terdapat mayoritas yang telah menetapkan pilihan tindakan.

            e.         Keraguan
            Orang yang sedang ragu-ragu dalam menetapkan suatu keputusan biasanya cenderung mudah disugesti. Keraguan yang diakibatkan oleh kebelumyakinan seseorang bahwa apa yang menjadi stimulus sugesti itu sebenarnya telah ada dalam diri seseorang. Baru secara samar-samar seseorang menyadari bahwa apa yang disugestikan tersebut ada dalam dirinya. Karena baru samar-samar, maka seseorang belum yakin sepenuhnya.
            Dalam kaitan ini sugesti itu diterima sebagai upaya pembuktian keyakinan atau pendapat bahwa sesuatu stimulus itu sudah ada dalam diri dan searah dengan kemauan sugesti. Beberapa penulis menyebut bahwa ini adalah sugesti karena will to believe. Intinya adalah bahwa sugesti itu diterima untuk memenuhi keinginan meyakini dirinya sendiri karena seseorang telah melihat atau menyadari bahwa yang disugestikan tersebut sebenarnya telah ada dalam dirinya.

            4.         Simpati
            Simpati adalah ketertarikan seseorang terhadap orang lain. Simpati timbul atas pertimbangan rasa dan bukan pertimbangan rasio. Simpati dapat timbul karena persamaan cita-cita, mungkin karena penderitaan yang sama, atau karena berasal dari daerah yang sama.
            Dalam interaksi sosial, simpati memiliki peranan yang cukup penting. Peranan ini menyusul adanya fakta bahwa hanya karena simpatilah masing-masing individu manusia menjadi terhubungkan dalam jalinan interaksi sosial. Kontras dari simpati adalah antipati. Dengan demikian jika simpati memfasilitasi terjadinya interaksi sosial maka antipati justru meniadakan interaksi sosial. Dalam perasaan antipati, orang cenderung menolak berinteraksi dengan orang lain. Orang akan berusaha menarik diri dari interaksi sosial, menjauh dari pergaulan, jika orang tersebut memiliki antipati pada orang-orang dalam kelompoknya. Sebaliknya jika seseorang mampu memupuk simpati dan memeliharanya dalam interaksi sosial maka orang tersebut akan semakin integrated dalam lingkungan sosialnya. Integrasi sosial dengan demikian dapat dipelihara melalui upaya simpati.