MOTIVASI
Seseorang yang dengan susah payah mengangkat bongkahan batu sambil menuruni sebuah bukit tentu adalah seseorang yang memiliki tujuan untuk apa pekerjaan itu ia lakukan. Nenek-nenek yang mengumpulkan patahan ranting pohon di pinggiran hutan, tentu juga memiliki alasan terkait dengan pekerjaan yang ia lakukan itu. Jeritan perempuan yang memecah kesenyapan tengah malam, mungkin juga mengundang pertanyaan tentang alasan di balik suara jeritan tersebut. Ini semua merupakan problem motiv.
Pengertian
Secara sederhana motiv dapat dimengerti dengan memahami bahwa setiap tindakan manusia itu selalu memiliki alasan mengapa hal itu terjadi. Tidak terdapat alassan untuk mengatakan bahwa seseuatu tindakan itu terjadi begitu saja tanpa dapat dijelaskan alasan yang melatarbelakanginya. Inilah sebabnya dengan tepat Weber mengatakan bahwa tidakan manusia itu merupakan hal yang penuh makna.
Dalam diri manusia, terutama pada bagian diri yang tidak tampak, terdapat begitu banyak gagasan yang menuntut implementasi dalam sebuah tindakan. Ini terjadi karena sebagai mahluk sosial manusia selalu terlibat interaksi dengan manusia lainnya. Karena demikian banyak pengalaman sosial yang ia dapatkan dalam interaksi tersebut, maka muncullah kehendak- kehendak, kemauan-kemauan yang tinggal mencarikan bentuk tindakan yang sesuai dengan sejumlah kemauan tersebut. Di sinilah kemudian tampak jelas bahwa sebuah tindakan merupakan wujud atau simbol dari gagasan kemauan manusia. Tindakan tertentu selalu memiliki makna tertentu. Di balik makna tindakan terdapat alasan, dan alasan inilah yang lazim disebut sebagai motiv. Dengan demikian sebenarnya, motiv adalah sesuatu alasan yang melatarbelakangi sesuatu tindakan manusia. Motiv manusia memberikan penjelasan jawaban atas pertanyaan mengapa orang bertindak sebagaimana yang ia lakukan ?
Motiv merupakan sumberdaya sekaligus proses psikologis yang tercermin melalui tindakan manusia. Sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan-keputusan adalah sejumlah hal yang interaksinya membentuk suatu motiv dalam diri individu. Motiv sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh adanya dua faktor, yakni intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, sedangkan faktor ekstrinsik merupakan yang datang atau berada di luar diri manusia.
Faktor intrinsik di dalam motiv seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan, berbagai harapan serta cita-cita yang menjangkau masa depan. Sementara itu motif ekstrinsik dapat timbul dari kompleksitas dunia kehidupan sosial manusia yang di dapat manusia pada saat ia terlibat interaksi sosial..
Begitu banyak definisi yang dapat kita temukan dari para ahli ilmu sosial terkait istilah motiv. Tetapi menelanjangi tiap definisi motiv dalam psikologi sosial tentu bukan hal yang sangat berguna. Yang berguna dipahami adalah bahwa motiv adalah sesuatu yang penting diketahui, tetapi sekaligus sulit. Dikatakan penting karena untuik memahami manusia dari perspektif psikologi sosial jelas selalu terkait dengan pemahaman motiv tindakan sosial. Dikatakan sulit karena motiv adalah merupakan sesuatu yang berada dalam diri manusia, di bagian yang tidak bersifat fisik serta sulit diukur secara pasti. Sehingga, mengamati dan mengukur motiv seseorang haruslah berarti mengkaji lebih jauh tentang manusia dan kemanusiaannya, terutama tentang kebutuhan hidupnya.
Beberapa Teori
Untuk mendekati topik motiv dalam diri manusia, kita difasilitasi beberapa teori sebagaimana uraian singkat berikut ini.
1. Teori Hedonisme
Ada proposisi yang mengatakan bahwa pada dasarnya manusia itu bertindak atas dasar kesukaannya pada kemewahan. Artinya, manusia itu pada dasarnya adalah makhluk yang mementingkan kehidupan yang penuh suka cita dan kemewahan. Apabila manusia dihadapkan pada sejumlah alternatif, akan cenderung memilih tindakan yang akan memperbesar kesenangan dan menjauhi kemungkinan sebaliknya. Manusia cenderung menghindari penderitaan bahkan kematian. Implikasi teori ini adalah adanya anggapan bahwa manusia akan dapat didorong memiliki motiv untuk bertindak secara sosial jika tindakan tersebut memungkinkan ia mendapatkan kesenangan. Semakin menyenangkan kemungkinan yang akan ia dapat melalui tindakan, maka semakin berhasrat untuk melakukan tindakan sosial. Akhirnya, dalam dunia kelompok, muncullah keyakinan pada seorang pemimpin bahwa dengan memberikan kesenangan kepada anggota kelompok maka pemimpin yang bersangkutan lebih berkemungkinan mendapatkan kinerja kelompok yang baik.
2. Teori Naluri
Teori ini menghubungkan tindakan manusia dengan bermacam-macam naluri. Pada dasarnya, manusia itu memiliki tiga naluri pokok, yakni naluri mempertahankan diri, naluri mengembangkan diri, dan naluri penguasaan sosial. Segala macam jenis tindakan manusia dalam dunia kehidupan sosialnya sangat digerakkan oleh ketiga naluri tersebut. Dalam interaksi sosial, manusia bertindak dan tindakannya dituntun oleh naluri-naluri itu. Oleh karena itu, motiv sosial manusia sangat terkait dengan bekerjanya naluri dalam jiwa manusia. Tidak harus ketiga naluri tersebut bekerja bersama dalam bobot yang sama persis, tetapi tindakan sosial selalu memberitahukan kepada kita bahwa mana yang lebih kuat dari ketiga naluri tersebut.
Jadi intinya adalah, jika ingin mengetahui motiv yang ada di balik tindakan manusia, maka orang harus memahami tentang ketiga naluri itu. Tentang naluri yang mana yang menjadi fokus yang harus diperhatikan adalah terkait dengan tindakan sosial macam apa yang sedang terjadi. Politikus bertindak sebagian terbesarnya merupakan tindakan perjuangan mendapatkan kekuasaan untuk mensaranai praktek ideologi politik partainya. Karena itu, motiv yang ada tentu cenderung lebih diwarnai oleh naluri penguasaan sosialnya dibandang dengan naluri mempertahankan diri dan mengembangkan diri saja.
3. Teori Fakta Sosial
Mengikuti tradisi Durkheimian, tokoh utamanya adalah sosiolog Perancis bernama Emile Durkheim (1858-1917), teori ini menyebutkan bahwa manusia itu bertindak atas dasar fakta sosialnya. Fakta sosial ini berada di luar diri manusia. Kebudayaan, hukum dan sejumlah kebiasaan yang hidup dalam lingkungan sosialnyalah yang menentukan motiv tindakan sosial seseorang itu. Manusia berkomunikasi dalam interaksi sosial dituntun oleh pengalamannya berkomunikasi yang dihasilkan dari proses belajarnya pada lingkungan. Manusia berkendaraan dituntun oleh sejumlah aturan berlalu lintas dan tidak bisa bertindak semaunya sendiri.
Itulah sebabnya, dalam teori ini diasumsikan bahwa fakta sosial adalah sesuatu yang dapat memaksa tindakan sosial manusia. Untuk memahami motiv tindakan manusia maka dengan demikian menempatkan pemahaman tentang fakta sosial sebagai keharusan, karena motiv tindakan merupakan hasil pembelajaran atas fakta sosial ini. Atas dasar itu, menimbulkan motiv atau merekayasa motiv dalam diri manusia agar bertindak sesuai dengan yang diperlukan maka harus diperhatikan sejumlah fakta sosial yang hidup di masyarakatnya.
4. Teori Kebutuhan
Adalah temuan Abraham Maslow (1954) terkait tingkat kebutuhan manusia yang menginspirasi kemunculan teori ini. Asumsi dasarnya adalah bahwa tindakan manusia itu pada hakekatnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, adalah wajar jika keinginan untuk membongkar motiv tindakan manusia itu harus terlebih dulu dipahami kebutuhan hidupnya.
Maslow adalah ahli ilmu jiwa yang berhasil menyusun suatu tingkatan kebutuhan manusia yang pada pokoknya didasarkan pada prinsip bahwa :
a. manusia adalah binatang yang berkeinginan
b. segera setelah salah satu kebutuhannya terpenuhi, kebutuhan lain mulai muncul,
c. kebutuhan-kebutuhan manusia nampak diorganisir ke alam kebutuhan yang bertingkat-tingkat,
d. segera setelah kebutuhan itu terpenuhi, maka mereka tidak mempunyai pengaruh yang dominan, dan kebutuhan lain yang lebih penting menjadi mendominasi.
Ide Maslow adalah manusia memiliki kebutuhan mendasar untuk berkembang secara psikologis menjadi individu yang penuh melalui perwujudan atau aktualisasi potensi-potensinya. Menurutnya, terdapat hierarki kebutuhan yang berangkat dari kebutuhan fisiologis dan rasa aman menuju kebutuhan untuk memiliki dan cinta serta kebutuhan akan penghargaan, menuju tingkatan kebutuhan yang tertinggi, yaitu aktualisasi diri. Hidup seperti permainan ular tangga, tujuannya selalu untuk mencapai puncak, keberhasilan yang ditandai oleh apa yang disebut pengalaman puncak.
5. Teori Harapan
Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motiv yang dasar asumsinya adalah sebagaimana uraian berikut ini.
a) Setiap individu percaya bahwa bila ia bertindak dengan cara tertentu, maka ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebagai harapan hasil (outcome expectancy). Harapan hasil adalah penilaian subyektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut.
b) Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence), yakni nilai yang diberikan oleh seseorang kepada suatu hasil yang diharapkan oleh seseorang tersebut.
c) Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Hal ini disebut harapan usaha (effort expectancy) yakni, kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Motiv yang ada di balik tindakan seseorang dapat dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip asumsi tersebut. Orang akan memiliki motiv dalam tindakan jika ia percaya bahwa (1) suatu tindakan tertentu akan menghasilkan hasil tertentu, (2) hasil tersebut memiliki nilai positif baginya, dan (3) hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang.
Beberapa Jenis Motiv
1. Teogenetik
Motiv teogenetik merupakan perwujudan dari manusia sebagai makhluk berketuhanan. Dalam tradisi agama-agama besar dunia, manusia memiliki batas-batas antara yang boleh dan dilarang, antara yang wajib dan yang sunat dan yang makruh, antara yang layak dilakukan dan tidak layak dilakukan. Batasan-batasan tersebut semua menjadi doktrin yang harus mewarnai setiap tindakan manusia dalam menjalani hidupnya. Dengan demikian maka menjadi wajar jika dalam diri manusia terdapat endapan motiv tindakan sosial yang pusat pertimbangannya adalah doktrin agamanya yang semua itu termuat dalam kitab sucinya masing-masing.
Bagi Muslim, tentu al Qur'an menjadi pedoman tindakan hidup yang akan membentengi manusia dari jebakan tindakan yang dibenci atau bahkan dilarang Allah SWT. Tentu dengan demikian, maka sejumlah tindakan sangat mungkin menempatkan pedoman yang disediakan norma Islam sebagai pusat rujukannya. Islam dan semua simbol-simbolnya bagi seorang manusia muslim adalah realitas sosial yang harus diinternalisasi dalam dirinya untuk menjadi motiv dari sejumlah tindakan yang sesuai.
Bagi muslim, tindakan berhaji (menunaikan rukun Islam kelima) adalah tindakan dengan motiv teogenetis. Begitu juga berpuasa di bulan Ramadhan dan tindakan melaksanakan sholat lima waktu dalam setiap hari. Tidak sekedar ritual, tetapi secara substansial tindakan seorang muslim terkait dengan pengamalan doktrin Islam merupakan tindakan-tindakan yang didorong adanya motiv jenis teogenetis ini.
2. Biogenetik
Manusia sebagai makhluk hidup tentu sangat berkepentingan untuk mempertahankan kehidupannya. Banyak cara dapat dilakukan oleh manusia untuk kepentingan ini. Sekalipun tidak sesederhana binatang dalam mempertahankan hidup, tetapi dalam sejumlah hal manusia memiliki persamaan dengan binatang. Binatang dan manusia sama-sama memiliki kebutuhan makan, minum, istirahat, bernapas, buang air dan lain sebagainya.
Untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, binatang mencukupinya dengan sangat mudah, karena segala kebutuhannya telah menyatu dengan alam, dan menyatu dengan dirinya. memenuhi kebutuhan makan, binatang tinggal merenggut pepohonan di dekatnya. Buang hajat, bagi binatang dapat dilakukan di tempat mana saja dan kapan saja. Begitu juga tentang istirahat, binatang dapat melakukannya kapan saja dan di mana saja tempatnya. Tetapi tidak demikian halnya dengan manusia.
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia terlebih dahulu harus mengolah alam. Manusia harus menaklukkan alam sebelum semuanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Karenanya, setiap tindakan manusia selalu memiliki motiv biogenetik ini. Motiv ini berasal dari sejumlah kebutuhan orgnisme manusia demi kelanjutan kehidupan biologisnya. Itulah sebabnya, bekerja untuk mengerjakan alam, adalah merupakan hakekat manusia. Bekerja adalah bertindak, karena terdapat makna dalam pekerjaan yang dikerjakan manusia.
Pagi berangkat ke kantor adalah salah satu contoh tindakan yang dapat menjelaskan adanya motiv biogenetik, karena dengan bekerja manusia barulah mendapat imbalan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minumnya. Tindakan seseorang petani di bawah terik siang hari harus berebut pupuk di gudang sebuah toko yang kedapatan menimbun, juga dapat dipahami sebagai tindakan yang didorong oleh motiv biogenetik ini.
Motiv biogenetik ini bercorak universal, artinya semua manusia memiliki motiv bawaan ini demi pertahanan hidupnya. Motiv ini tidak terlalu terikat dengan lingkungan sosialnya, tidak terikat dengan kebudayaan masyarakatnya. Di masyarakat dan di lingkungan kebudayaan apapun, manusia secara universal merasakan hal yang sama untuk kemudian dapat disebut sebagai motiv biogenetik ini. Semua manusia merasakan rasa lapar, kenyang, rasa kantuk dan desakan buang hajat. Semua rasa tersebut merupakan motiv-motiv biogenetik yang pemenuhannya harus melalui tindakan yang sama, yakni makan untuk rasa lapar, minum untuk rasa haus dan lain sebagainya.
3. Sosiogenetik
Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial adalah tindakan-tindakan sosial manusia yang dilakukan saat ia berada dalam situasi interaksi sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tentu tidak akan dapat menjalani hidup kemanusiannya tanpa berinteraksi dengan manusia yang lain. Ada pepatah yang mengatakan bahwa, sendiri tidaklah lebih pintar dari bersama-sama. Ada juga keyakinan bahwa dengan bersama semua menjadi mudah. Pepatah ataupun keyakinan tentang betapa manusia dengan hidup secara sosial, secara bersama, akan dimudahkan dalam menjalani hidup.
Masyarakat terbentuk karena interaksi sosial. Dalam pengertiannya yang tuntas masyarakat memiliki pengertian mencakup adanya seperangkat aturan yang diterima dan dipatuhi bersama. Aturan-aturan tersebut dapat saja berbentuk norma, hukum, adat istiadat, nilai dan sejumlah aturan lainnya. Sebagai anggota masyarakat tentu setiap individu memiliki kewajuban untuk mengikuti segala aturan yang hidup di masyarakatnya jika tidak ingin merasa terasing atau sengaja diasingkan karena melakukan penolakan. Sangsi sosial juga ada sebagai konsekuensi dari adanya aturan bermasyarakat. Inilah alasan yang mungkin paling rasional untuk mengatakan bahwa setiap tindakan manusia mengandung motiv sosiogenetik ini.
Tindakan seseorang yang mengabaikan acuan sosial akan membuat manusia bersangkutan tercerabut dari akar sosialnya. Tindakan bernyanyi-nyanyi di saat tetangga sebelah rumah harus bersedih karena seorang anggota keluarganya baru saja meninggal dunia adalah contoh dari tindakan yang mengabaikan acuan sosial, bahkan dapat disebut sebagai tindakan asosial dalam arti tindakannya tersebut hanya memiliki makna yang negatif terkait dengan nilai atau norma yang ada.
Dalam realitas sosial, banyak sekali tindakan yang secara tegas menunjukkan adanya dorongan motiv sosiogenetik ini. Bersilaturahmi pada saat lebaran, berkunjung pada teman yang sedang ditempa musibah, bergotong royong pada Minggu pagi untuk membersihkan selokan, kerja bakti membetulkan rumah warga miskin dari atap yang bocor di musim hujan, mungkin merupakan sejumlah kecil tindakan yang didorong oleh adanya motiv sosiogenetik ini.
Prinsip Motivasi
Memotivasi berarti merekayasa motiv dalam diri seseorang. Istilah ini merujuk kepada kondisi psikologi dasar yang mendorong adanya tindakan. Ada sifat manipulatif dalam proses ini karena memotivasi berarti menciptakan motiv pada diri seseorang dengan tujuan agar orang terdorong untuk bertindak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh yang memotivasi. Untuk memperoleh hasil maksimal terkait dengan usaha memotivasi orang lain, maka perlu memperhatikan sejumlah prinsip berikut ini.
1) Pastikan jenis hasil yang memiliki nilai bagi orang lain. Ini sangat berkaitan dengan kebutuhan seseorang yang akan dimotivasi. Kita perlu menganalisis secara presisif terkait dengan apa yang sedang atau mungkin diharapkan oleh orang lain tersebut. Perlu diingat bahwa lebih mudah untuk menemukan apa yang orang harapkan daripada mengubah harapan mereka. Karenanya, analisis harapan menjadi sangat perlu untuk menetapkan uraian hasil agar bernilai bagi orang yang dimotivasi. Setidaknya, hasil yang ditawarkan oleh suatu tindakan adalah searah dengan harapannya.
2) Definisikan secara tepat dan cermat, dalam bentuk tindakan yang obyektif, tindakan apa yang diinginkan untuk dilakukan. Misalnya saja, 'berilah sedikit sedekah kepada peminta-minta yang datang' daripada berkata 'jadilah orang yang baik'. Kalimat perkataan yang pertama tentu jauh lebih jelas dan obyektif daripada kalimat kedua. Berilah sedikit sedekah dapat diartikan dengan tepat bahwa pemberian itu adalah dapat berupa uang seribu rupiah atau sekilo beras. Sedangkan perkataan berbuatlah baik adalah perkataan yang multi tafsir, yang masih memerlukan diskusi lanjutan untuk merealisasikan sesuai kemauan orang.
3) Pastikan bahwa sesuatu tindakan dapat dicapai oleh orang lain. Ini sangat penting untuk menimbulkan motiv pada diri orang lain. Asumsi sederhananya adalah pada pertanyaan, bagaimana mungkin orang mau bertindak melakukan sesuatu ketika orang yang bersangkutan tidak yakin dapat menyelesaikan dengan baik ? Bila seseorang merasa bahwa tindakannya akan menghasilkan lebih dari sekedar yang diharapkan, maka ia cenderung memiliki motiv yang kuat untuk bertindak.
4. Pastikan bahwa akan ada sesuatu yang sangat baik dan membahagiakan dirinya jika ia melakukan tindakan tertentu. Sesuatu itu datang dari masyarakatnya. Sesuatu yang sepele tidak cukup kuat menciptakan motivasi pada diri orang lain. Penghargaan dari measyarakat, apakah sekedar pujian atau bahkan pemerolehan status sosial yang tinggi, adalah merupakan sesuatu yang tidak sepele bagi suatu tindakan sosial yang bernilai sosial tinggi.
5. Pahami perilaku orang lain, jangan sekedar tindakannya. Dengan memahami perilaku orang lain maka kita akan dapat menangkap kecenderungan tindakan dan harapan-harapannya. Jika telah diketahui kecenderungan perilaku dan sejumlah orientasinya, maka akan diketahui sejumlah hal yang akan memuaskannya atau sesuatu yang ia sukai. Pengetahuan tentang apa yang disukai dan apa yang akan memuaskannya inilah yang menjadi kunci bagi kita untuk menetapkan bentuk motivasi bagi tindakan yang kita inginkan untuk dilakukannya.
6. Jangan lupakan bahwa tidak ada orang yang persis sama, karenanya harus disadari bahwa motiv yang sama mungkin akan menghasilkan tindakan yang berbeda bagi orang-orang yang berbeda. Sebaliknya juga, motiv yang berbeda-beda dapat saja menghasilkan tindakan yang sama. Artinya adalah, tiap orang diperlukan cara memotivasi yang berbeda. Inipun berlaku bagi harapan atas tindakan yang sama.
Sejumlah prinsip dalam memotivasi sebagaimana telah diurai di muka dapat dilakukan dengan dua macam cara atau teknik, yakni 1) cara negatif dan 2) cara positif.
Cara negatif dalam memotivasi orang lain adalah dengan cara menghadirkan ancaman hukuman yang tidak menyenangkan baik secara fisik maupun non fisik atas suatu penolakan atau kegagalan target tindakan. Sementara itu, dengan cara positif jika motivasi dilakukan dengan cara-cara yang memahamkan orang bahwa sesuatu tindakan perlu dilakukan untuk kebaikan bersama, terlebih-lebih bagi orang yang akan melakukan sesuatu tindakan sosial tersebut. Jelaskan kepada setiap orang tentang sisi baik dari tindakan yang dimaui dilakukan agar orang menjadi paham dan secara sadar melakukan tindakan demi dirinya sendiri dan orang lain.
Selasa, 15 Juni 2010
Minggu, 06 Juni 2010
Neoliberalisme
Neoliberalisme
Istilah neolib ini sebenarnya mulai muncul ketika Pinochet menjadi penguasa Cile 73-90. Saat itu neoliberalisme memunculkan watak ideologis hasil persekutuan antara kediktatoran dan pasar bebas dalam coraknya yang ekstrem.
Garis besarnya gini : setiap usaha mengatur, menata (membangun tatanan sosial) selalu mengandung resiko pembatasan kebebasan warga negara. Inilah yang sangat dihindari oleh liberalisme. Liberalisme Klasik menghendaki bahwa kegiatan ekonomi digerakkan bukan oleh komando pengaturan atau penataan, tetapi oleh harga yang dihasilkan dari perimbangan suply dan demand.
Kemudian liberalisme memperoleh tambahan kata neo yang artinya baru. Apanya yang baru ? Yang baru adalah tambahan ruang operasinya. Kalau secara klasik liberalisme beroperasi di ruang ekonomi saja, tetapi ketika mendapat awalan neo maka ia beroperasi juga di ruang politik, hukum, budaya dan sebagainya. Dalam liberalisme klasik manusia itu diyakini sebagai homo economicus atau makhluk ekonomi dalam kegiatan ekonomi saja, tetapi dalam neoliberalisme manusia diperlakukan sebagai makhluk ekonomi tidak saja dalam bidang ekonomi tetapi juga bidang-bidang yang lain. Bidang termaksud meliputi pendidikan, kesehatan, hukum, dan berbagai prasarana publik lainnya menjadi fokus perhatian neoliberal untuk diorientasikan kepada peningkatan daya saing industri dalam negeri untuk bisa bersaing di pasar global.
Intinya bahwa, neoliberalisme berbicara mengenai campur tangan pemerintah dalam masalah perekonomian negara. Jika liberalisme mengharamkan campurtangan pemerintah, maka neoliberalisme justru secara moderat memerlukan campurtangan untuk menanggulangi kegagalan pasar dan meningkatkan daya saing perdagangan internasional. Campur tangan terkait hal ini bisa saja berupa peningkatan kualitas pendidikan dan kegiatan litbang, demi pengembangan kemampuan teknologi nasional. Juga peningkatan sarana transportasi baik udara, laut, dan daratan yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong dan memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat.
Istilah neolib ini sebenarnya mulai muncul ketika Pinochet menjadi penguasa Cile 73-90. Saat itu neoliberalisme memunculkan watak ideologis hasil persekutuan antara kediktatoran dan pasar bebas dalam coraknya yang ekstrem.
Garis besarnya gini : setiap usaha mengatur, menata (membangun tatanan sosial) selalu mengandung resiko pembatasan kebebasan warga negara. Inilah yang sangat dihindari oleh liberalisme. Liberalisme Klasik menghendaki bahwa kegiatan ekonomi digerakkan bukan oleh komando pengaturan atau penataan, tetapi oleh harga yang dihasilkan dari perimbangan suply dan demand.
Kemudian liberalisme memperoleh tambahan kata neo yang artinya baru. Apanya yang baru ? Yang baru adalah tambahan ruang operasinya. Kalau secara klasik liberalisme beroperasi di ruang ekonomi saja, tetapi ketika mendapat awalan neo maka ia beroperasi juga di ruang politik, hukum, budaya dan sebagainya. Dalam liberalisme klasik manusia itu diyakini sebagai homo economicus atau makhluk ekonomi dalam kegiatan ekonomi saja, tetapi dalam neoliberalisme manusia diperlakukan sebagai makhluk ekonomi tidak saja dalam bidang ekonomi tetapi juga bidang-bidang yang lain. Bidang termaksud meliputi pendidikan, kesehatan, hukum, dan berbagai prasarana publik lainnya menjadi fokus perhatian neoliberal untuk diorientasikan kepada peningkatan daya saing industri dalam negeri untuk bisa bersaing di pasar global.
Intinya bahwa, neoliberalisme berbicara mengenai campur tangan pemerintah dalam masalah perekonomian negara. Jika liberalisme mengharamkan campurtangan pemerintah, maka neoliberalisme justru secara moderat memerlukan campurtangan untuk menanggulangi kegagalan pasar dan meningkatkan daya saing perdagangan internasional. Campur tangan terkait hal ini bisa saja berupa peningkatan kualitas pendidikan dan kegiatan litbang, demi pengembangan kemampuan teknologi nasional. Juga peningkatan sarana transportasi baik udara, laut, dan daratan yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong dan memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat.
Langganan:
Postingan (Atom)