Rabu, 12 Agustus 2009

Melawan Mitos Seputar Kepemimpinan

Melawan Mitos Seputar Kepemimpinan

Tanpa kita sadari, kita sering merasa bahwa sangat kecil kemungkinan kita menjadi seorang pemimpin. Kita sering membayangkan bagaimana sulitnya mencapai posisi puncak di berbagai instansi negara serta perusahaan besar. Perasaan ini merendahkan diri sendiri, karena memosisikan diri pada bidang yang remeh. Sebagian terbesar dari keadaan semacam ini biasanya dihasilkan oleh rongrongan perasaan rendah diri. Celakanya, keadaan ini diperparah oleh sejumlah mitos yang jika kita tidak hati-hati menyikapinya justru akan merusak potensi yang kita miliki. Mari kita bongkar mitos-mitos agar kita mampu jadi pemimpin, bukannya pemimpi.

Kepemimpinan adalah keahlian yang jarang.

Ini adalah kebohongan besar. Meskipun pemimpin besar sama jarangnya dengan petinju besar, komposer hebat atau pemain sepakbola sekaliber Maradona atau Pele, tetapi semua orang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin sebagaimana semua orang memiliki potensi untuk menjadi petinju, pemain sepabola ataupun komposer. Meskipun kelihatannya kurang banyak pemimpin besar sekarang ini, terutama di bidang politik, tetapi ada ribuan bahkan juataan peran kepemimpinan di dunia ini dan kesemuanya terisi serta banyak di antaranya yang lebih memadai dari sekedar cerita tentang pemimpin besar yang pernah ada.

Yang penting disadari adalah, bahwa orang dapat menjadi pemimpin di sebuah kelompok dan menjadi bagian dari orang yang dipimpin di kelompok yang lain. Kita mengenal seorang doktor sebagai pengajar disebuah institut ternama di negeri ini yang sekaligus menjadi presiden di negeri yang sama. Seorang penarik becak diketahui ternyata dalam kehidupan selepas itu ia menjadi pemimpin jamaah untuk acara-acara pembacaan tahlil di kampungnya. Seorang sopir taksi di Surabaya ternyata dikenal juga sebagai pemimpin sebuah teater dan group band. Seorang penjual pupuk bisa jadi ia juga menjadi pemimpin klub hobby di suatu tempat.

Dengan demikian kepemimpinan sama sekali bukan keahlian yang jarang, tetapi yang benar adalah kesempatan memimpin itu banyak dan dalam jangkauan semua orang.

Pemimpin dilahirkan, bukan dibuat.

Biografi dari banyak pemimpin besar kadang memberikan kesan seakan-akan mereka (para pemimpin itu) datang ke dunia dengan bekal anugerah keturunan yang luar biasa, yang kepemimpinan mereka kelak merupakan ketetapan takdir. Jangan percaya hal itu. Yang benar adalah bahwa kecakapan dan kemampuan utama kepemimpinan itu dapat dipelajari, dan semua orang dapat mempelajarinya. Belajar kepemimpinanpun bukan proses sulit yang memutuskan tali syaraf sekalipun tidak lantas berarti bahwa mudah belajar untuk menjadi pemimpin. Sebenarnya, belajar kepemimpinan adalah proses manusiawi yang mendalam, penuh dengan uji coba, kemenangan dan kekalahan, intuisi sekaligus pengetahuan. Hampir semua proses belajar itu terjadi selama pengalaman manusia menjalani hidup.

Belajar menjadi pemimpin sama halnya dengan belajar menjadi orang tua atau belajar untuk menjadi kekasih. Pada masa kanak-kanak orang dapat melihat contoh sejumlah peran yang menyediakan pengetahuan penting bagi mereka yang menggunakan contoh itu untuk menjadi pemimpin. Disamping itu, apalagi sekarang, banyak buku yang dapat menolong orang yang ingin belajar menjadi pemimpin.

Para pemimpin memiliki kharisma

Sejumlah kecil pemimpin memang memiliki kharisma, tetapi sejumlah besarnya tidak. Para pemimpin semua 'sangat manusiawi'; mereka ada yang pendek dan sebaliknya, ada yang lancar berbicara dan ada yang gemetaran jika bicara di depan umum, ada yang siap sukses tetapi banyak juga yang siap gagal, dan tidak ada sesuatu dalam penampilan fisik, kepribadian atau gaya bertindaknya yang membuat mereka berbeda dari para pengikutnya. Yang benar adalah, kharisma itu muncul dari kepemimpinannya yang efektif.

Kepemimpinan hanya ada di puncak kelompok atau organisasi.

Mungkin dengan tidak sengaja kita mendukung mitos ini karena memfokuskan perhatian pada pemimpin puncak. Tetapi hal itu jelas tidak benar. Yang sebenarnya adalah, semakin besar organisasi atau kelompok maka semakin banyak jabatan pemimpin dimiliki.

PT Gudang Garam memiliki ratusan jabatan pemimpin yang tersedia bagi hampir limapuluh ribu karyawannya. Bahkan, dewasa ini banyak perusahaan besar bergerak pada arah penciptaan lebih banyak jabatan pemimpin melalui intrapreneurship, yaitu penciptaan unit-unit kecil dalam kelompok besar dengan kebebasan dan fleksibilitas untuk beroperasi sebagai unit kecil yang independen. Hal ini tentu mendorong adanya semakin berlipat ganda jumlah jabatan pemimpin yang tersedia bagi karyawan.

Para pemimpin adalah pengontrol, pengarah, pendorong pengikutnya.

Mungkin ini merupakan mitos paling merusak. Kepemimpinan bukanlah semata-mata penggunaan kekuasaan, tetapi juga pemberian kekuasaan pada yang dipimpin. Para pemimpin memiliki kemampuan menerjemahkan niat menjadi kenyataan dengan mempersatukan kekuatan kelompok. Yang paling penting adalah kontak manusiawi dalam interaksi antar anggota kelompok. Sebenarnya inti dari kepemimpinan terletak pada kemampuan menciptakan dan mengembangkan penghargaan diri bagi para karyawan. Pemimpin lebih berurusan dengan penciptaan perasaan karyawan bahwa akhirnya mereka mengetahui betapa hebat dirinya.

Para pemimpin memimpin dengan cara menarik bukan dengan mendorong; memberi semangat bukan memerintah; menciptakan harapan-harapan serta kemajuan yang menantang tetapi bisa dicapai. Semua itu bukan dilakukan dengan cara memanipulasi keadaan tetapi dengan membuka kemungkinan orang menggunakan inisiatif dan pengalaman mereka sendiri serta bukan dengan cara meniadakan atau membatasi pengalaman dan tindakan mereka.

Orang sering lalai bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuka ruang bagi seseorang untuk berpikir bahwa dalam dunia yang terlipat ini tiap orang dapat menjadi pemimpin. Tiap orang dapat saja merasa memiliki tingkat pengetahuan yang tidak jauh berbeda atau bahkan sama karena kemajuan teknologi informasi sangat memungkinkan untuk itu. Jadi, kalau dulu pemimpin dapat saja menjadi sumber pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi kelompoknya, maka keadaan itu tidak lagi mudah ditemukan pada saat ini. Dikotomi pemimpin dan yang dipimpin menjadi diperpendek jaraknya sehingga tidak lagi seberbeda sebagaimana keadaannya sebelum pengetahuan dan teknologi semaju saat ini. Pemimpin menjadi sekedar sebagai fasilitator dalam mengakomodasikan serta mengkompromikan berbagai kepentingan kelompok dalam bingkai sasaran yang ingin dicapai. Tetapi keadaan ini tidak lantas menjadikan pekerjaan memimpin menjadi ringan, bahkan terdapat kecenderungan yang sebaliknya.

Kepemimpinan saat ini menjadi bidang kajian yang lebih rumit dari keadaan sebelumnya. Seorang pemimpin menjadi berhadapan dengan daftar persyaratan yang semakin panjang sebelum ia mendapati dirinya mampu menjadi pemimpin yang efektif di kelompoknya. Tapi, sesulit apapun atau serumit apapun bidang kajian ini serta upaya melahirkan pemimpin yang efektif, selalu ada pegangan sejumlah teori yang membimbing orang menuju pengetahuan dan praktek kepemimpinan yang bermanfaat.

Dari sudut pandang etika, seseorang pemimpin adalah seseorang yang bermanfaat bagi orang lain. Pemimpin memiliki peranan yang berarti dalam menciptakan pandangan hidup kelompoknya. Ia menjadi lambang moralitas, sumber inspirasi dan kekuatan motivasi bagi orang-orang yang dipimpinnya. Disamping itu, seorang pemimpin harus dapat memahami pemahaman anggota kelompoknya untuk mengatasi sejumlah hal terkait pencapaian tujuan dari kelompok yang dipimpinnya.

Sejumlah orang menyadari sulitnya menjadi pemimpin sekalipun ia menginginkan posisi itu, tetapi sejumlah orang lalai menyadari bahwa menjadi pemimpin yang berhasil memerlukan pengorbanan waktu dan pikiran untuk mempelajarinya. Peminat kepemimpinan telah berhutang budi pada moyang intelektual studi ini karena telah banyak teori terpublikasikan dan kini tinggal mempelajarinya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar