Kamis, 06 Desember 2012
Sekilas TEORI ADMINISTRASI
Sekilas
TEORI ADMINISTRASI
Teori Administrasi adalah kumpulan proposisi atau temuan ilmiah tentang bagaimana sebaiknya praktek administrasi harus berlangsung agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Tinjauan kebahasaan
Latin Administrare ad : pada, ministrare : melayani
artinya : memberi pelayanan
Inggris Administration : mengelola
artinya : kegiatan mengelola atau menggerakkan
Belanda Administratie : penatausahaan
artinya : terbatas pada pencatatan atau ketatausahaan. Di lantai 1 Pintu Utara Stasiun Gambir ada BAGIAN ADMINISTRASI, di Pabrik Gula
ada Administrateur
Arti sempitnya Mengikuti pengertian yang bertumpu pada bahasa Belanda karena Indonesia terlalu lama dijajah belanda, maka administrasi sering dipahami sebagai kegiatan tata usaha. Contohnya BAGIAN ADMINISTRASI dalam Kantor.
Arti luas Kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Atau, aktivitas kolektif yang terorganisir.
Konsep (pengertian dalam studi administrasi)
Administrasi adalah kegiatan kerjasama sekelompok orang yang terorganisasi untuk mensaranai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Sejarah berkembangnya Administrasi
Sejak manusia ada, sebenarnya telah ada praktek administrasi. Karena, manusia itu makhluk sosial yakni MAKHLUK YANG HANYA BISA MELANGSUNGKAN HIDUPNYA DENGAN CARA BERINTERAKSI DENGAN MANUSIA LAINNYA. Argumen ini menyiratkan pemahaman bahwa kerja sama antar individu manusia itu telah berlangsung sejak manusia ada. Apalagi, hakekat manusia itu adalah bekerja yakni untuk mempertahankan hidup, manusia itu harus bekerja. Lain dengan binatang, yang hidup tanpa harus mengolah alam dulu.. Dalam kegiatan kerja manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya itulah kemudian manusia tidak dapat menghindar dari fenomena kerjasama.
Administrasi dalam bentuknya yang paling awal lebih merupakan praktek dari seni bertindak dalam suasana kolektif. Sebagai seni, keberhasilan praktek administrasi lebih di gerakkan oleh bakat dan pengalaman atas praktek kerjasama yang telah melalui rutinisasi atau proses pembiasaan. seseorang dalam bekerja sama. Praktek seni administrasi ini terjadi sebelum abad 18.
Akhir abad 18 mulailah administrasi sebagai ilmu diperkenalkan oleh CHARLES BABAGGE seorang ahli matematika UNIVERSITAS CAMBRIDE INGGRIS. Dalam bukunya THE ECONOMY OF MANUFACTURE ia mengungkapkan pentingnya suatu kerja sama itu memperhatikan aspek efisiensi, yakni perbandingan terbaik antara pengorbanan dan hasil yang dicapai.
Awal abd 19, FW TAYLOR , Ahli dari AMERIKA SERTIKAT lewat buku SHOP MANAGEMENT ia merekomendasikan CARA/METODE KEGIATAN dan STANDAR WAKTU PENYELESAIAN. Untuk menuju rekomendasi itu, Taylon mengemukakan prinsip :
1. Time study principle (Prinsip study waktu) untuk mengetahui berapa waktu yang dibutuhkan bagi suatu penyelesaian suatu tugas kegiatan.
2. Diferensiasi upah. Penggunaan lebih sedikit waktu harus diupah lebih banyak.
3. Dibuat rencana kerja
4. Menejemen kontrol atau adanya pengawasan.
Awal abad 20, HENRY FAYOL, direktur perusahaan pertambangan di Perancis, dalam buku GENERAL AND INDUSTRIAL ADMINISTRATION menyampaikan temuan dalam penelitian di perusahaannya bahwa administrasi yang baik harus memperhatikan sejumlah prinsip berikut :
1. Pembagian kerja
2. wewenang dan tanggung jawab
3. disiplin
4. kesatuan komando (perintah)
5. tata tertib/aturan yang jelas
6. sentralisasi.
Sampailah akhirnya Administrasi mantap disebut sebagai ilmu karena memenuhi 3 syarat utama sebuah ilmu yakni, ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Ontologis : Administrasi memiliki obyek yang jelas, yakni yang diamati
(learning objective)nya adalah dinamika kegiatan kerjasama
sekelompok orang dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Epistemologis : Memiliki metode sendiri, yakni dalam mengamati fenomena kerja
Sama digunakan pendekatan proses, system, dan perilaku..
Analisisnya melalui analisis deskriptif, komparatif, dan analisis
kasus khusus.
Aksiologis : Kegunaan administrasi sangat jelas, adalah memfasilitasi
pencapaian tujuan organisasi secara efisien dan efektif melalui
berbgai teori yang dihasilkan oleh berbagai penelitian dalam
bidang administrasi.
Kamis, 01 November 2012
EFEKTIVITAS ORGANISASI
EFEKTIVITAS ORGANISASI@
Yang sering dilupakan dan akhirnya membuat kita agak panik ketika ditanya tentang pengertian efektivitas itu adalah bahwa kata itu berasal dari kata efek (akibat). Karenanya, kata efektivitas itu selalu digunakan dalam konteks hubungan sebab akibat. Dengan demikian maka bisa disimpulkan bahwa efektivitas itu menyodorkan pemahaman derajat ketercapaian suatu target sebagai akibat suatu tindakan atau aktivitas.
Ada 3 perspektif dalam memandang efektivitas.
1. Efektivitas individual sebagai hasil atau akibat dari kemampuan, ketrampilan, pengetahuan, motivasi, dan stress (ketegangan) yang ada pada individu.
2. Efektivitas kelompok sebagai akibat dari keterpaduan, kepemimpinan, struktur, status, peran dan beberapa norma.
3. Efektivitas Organisasi sebagai akibat dari situasi lingkungan, teknologi, pilihan strategi, proses, dan kultur.
B. Model-model Efektifitas
1. Model Tujuan (Goal Model)
Suatu organisasi diciptakan secara sengaja adalah untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh karena itu, model tujuan merupakan model yang banyak digunakan sebagai kriteria efektifitas.
Pada dasarnya, model tujuan menyatakan bahwa efektifitas organisasi harus dinilai dalam bentuk pencapaian hasil akhir bukan cara atau prosesnya. Dengan perkataan lain, organisasi yang efektif adalah yang berhasil mencapai tujuannya.
2. Model Sumber Daya Sistem (System Resource Model)
Secara ringkas, model ini menekankan akuisisi sumber daya yang dibutuhkan sebagai kriteria penilaian efektifitas. Model ini berasumsi bahwa organisasi yang efektif adalah jika memiliki sumberdaya yang tepat sebagaimana yang dibutuhkan oleh system organisasi agar bias mensaranai tercapainya tujuan.
3. Multiple Constituency Models
Model multiple constituency mengembangkan kriteria penilaian efektifitas organisasi atas dasar berbagai preferensi stakeholders yang berbeda terhadap kinerja organisasi. Ada 4 model Multiple Constituency yaitu:
a. Model relatifistik; memandang efektifitas bukan sebagai pernyataan tunggal tentang organisasi, tetapi sebagai seperangkat pernyataan, masing-masing mencerminkan kriteria penilaian setiap pihak yang terlibat dengan derajat yang berbeda-beda dalam organisasi.
b. Perspektif kekuasaan, yang dikembangkan atas dasar resource dependence model; organisasi efektif adalah yang dapat memuaskan permintaan para anggota koalisi dominan dan opaling kuasa sebagai upaya untuk menjamin dukungan mereka yang berkelanjutan agar kelangsungan hidup organisasi terjamin.
c. Perspektif keadilan Organisasi disebut efektif apabila mampu menghilangkan kekecewaan anggota terhadap konsekuensi nyata yang mereka alami akibat partisipasi mereka dalam organisasi.
d. Evolutionary perspective; memandang organisasi efektif merupakan cerminan kemampuan adaptasi organisasi dalam menghadapi berbagai kendala lingkungan.
Empat model di atas pada dasarnya menempatkan pemenuhan kepuasan berbagai pihak yang terkait dengan organisasi sebagai prioritas utama.
4. The Competing Values Model
Model ini didasarkan pada anggapan bahwa individu-individu menilai efektifitas organisasional dengan membuat trade offs antar tiga dimensi nilai umum, yaitu fokus organisasional, struktur organisasional, dan hubungan prasarana dan hasil akhir organisasional.
5. Model Proses Internal
Model proses internal didasarkan pada suatu rangkaian prinsip-prinsip normatif yang mengarahkan cara organisasi seharusnya berfungsi untuk mendorong pertumbuhan dan pengembangan manusia agar dapat mencapai potensi maksimum.
6. Model Legitimasi
Perspektif ini beranggapan bahwa melakukan kerja yang benar jauh lebih penting dibanding melakukan kerja secara benar. Model ini cocok untuk analisis efektifitas di tingkat makro, yaitu dalam penentuan organisasi mana yang selamat, menurun, atau mati.
7. Model Ketidakefektifan
Model ketidakefektifan (ineffectiveness) memusatkan pada faktor-faktor yang menghambat sukses kinerja organisasi, bukan faktor-faktor yang menyumbang keberhasilan. Suatu organisasi dinilai mencapai efektifitas tinggi bila bebas dari berbagai karakteristik ketidakefektifan.
Dari ketujuh model yang telah diuraikan di atas, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Berikut ini akan disampaikan ringkasan dari uraian di atas:
Kamis, 25 Oktober 2012
STRUKTUR ORGANISASI
STRUKTUR ORGANISASI.
Konsep Struktur.
Sejumlah orang mengatakan bahwa pekerjaan seorang dokter itu terstruktur secara jelas, artinya bahwa urut-urutan pekerjaan seorang dokter itu tertentukan secara jelas tahapannya. Diawali oleh kegiatan diagnose dan berujung pada penyelesaian atau pengatasan penyakit yang di derita pasien yang sedang ditanganinya. Dalam ilustrasi sebagaimana yang saya sampaikan tadi bisa disimpulkan bahwa struktur mengandung pengertian urut-urutan kegiatan dengan skala prioritas yang ketentuannya mempertimbangkan efektivitas serta efisiensi pencapaian tujuan.
Struktur Organisasi.
Mengikuti arahan konsep struktur sebagaimana telah saya sampaikan, maka istilah Struktur Organisasi memiliki pengertian atau konsep yang tentu tidak jauh berbeda dengan arti harfiahnya. Struktur organisasi memberi gambaran pengertian adanya tugas organisasi yang telah terbagi dan telah dikelompokkan yang kemudian dikoordinasikan dengan sangat mempertimbangkan ketercapaian tujuan organisasi.
Struktur Organisasi dengan demikian merupakan penjelasan terkait cara bagaimana kegiatan dalam organisasi itu dibagi-bagi kedalam kelompok dan unit-unit kegiatan yang lebih kecil yang kesemuanya itu diarahkan untuk memudahkan pencapaian tujuan organisasi.
Unsur Kunci Mendesign Struktur Organisasi.
Merancang struktur organisasi akan menjadi baik jika memperhatikan beberapa unsur kunci sebagai berikut.
1) Spesialisasi Kegiatan.
Awal abad 20, Henry Ford menjadi sangat terkenal dan kaya sebagai produsen mobil yang mengenalkan kepada kita bahwa kerja fabrikannya sangat efisien karena ia membolehkan para karyawan mengerjakan bidang tugasnya sesuai spesialisasinya. Seseorang hanya memasang klakson, seseorang yang lain hanya memasang lampu, serta yang lain lagi hanya mengerjakan memasang roda depan sebelah kiri. Dengan memecah-mecah dan mengelompokkan pekerjaan dalam uunit yang lebih kecil maka efisiensi dapat dicapai jauuh melampaui jika pekerjaan itu dilakukan bersama-sama. Intinya, spesialisasi kegiatan menunjukkan adanya cara mencapai efisiensi melalui pemecahan (satu dipecah menjadi banyak) kegiatan menjadi kegiatan yang terpisah-pisah.
2) Departementalisasi
Departementalisasi merupakan kegiatan pengelompokkan berbagai spesialisasi kegiatan berdasarkan kemiripan atau bahkan kesamaan untuk memudahkan koorninasi. Berbagai spsialisasi kegiatan yang sudah ada dikelompokkan berdasarkan fungsinya. Sebuah organisasi semacam Sekretariat Daerah mungkin pengelompokkan berdasarkan fungsi bisa dicontohkan sebagai adanya sejumlah Kantor Dinas. Kegiatan belajar mengajar, penerimaan peserta didik, legalisasi atau pengabsahan tingkat pendidikan, pemberantasan buta huruf, wajib belajar, dikelompokkan dalam bidang pendidikan yang diorganisasikan dalam Dinas Pendidikan. Begitu juga terkait pajak dan retribusi, Usaha Perdagangan dan lain sebagainya.
3) Rantai Komando
Rantai Komando merupakan garis wewenang yang tidak putus-putus yang terentang dari puncak organisasi ke bagian terbawah untuk memperjelas pertanggungjawaban siapa kepada siapa dan siiapa melapor kepada siapa. Wewenang adalah hak yang melekat pada posisi organisasional untuk memberi perintah dan mengharapkan perintah itu dipatuhi.
4) Rentang Kendali
Rentang kendali (span of control) menjawab pertanyaan tentang berapa banyak bawahan yang dapat diatur secara efektif dan efisien oleh seorang manager ? Teorinya, lebih sedikit rentang kendali maka manager cenderung lebih dapat secara ketat melakukan pengendalian.dan tujuan organisasi dapat tercapai secara lebih efektif sekaligus efisien, begitu pula sebaliknya.
Kelemahannya a) mahal, karena menambah tingkat2 management, b) komunikasi vertical lebih rumit, dan c) tidak mendorong otonomi karyawan.
5) Sentralisasi dan desentralisasi
Istilah sentralisasi mengacu pada pada sampai tingkat mana pengambilan keputusan dipusatkan pada titik tunggal dalam organisasi. Konsep ini hanya mencakup wewenang formal, yaitu kepemilikan hak yang menyatu dalam posisi organisasional seseorang anggota organisasi. Lazimnya, jika dikatakan bahwa menegemen puncak mengambil keputusan utama organisasi dengan sedikit atau tanpa masukan dari anggota di bawahnya, maka organisasi itu melakukan sentralisasi. Sebaliknya, semakin banyak anggota atau bawahan menejer yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan maka diikatakan bahwa dalam oorganisasi tersebut terdapat semangat desentralisasi. Dengan kata lain, konsep desentralisasi memberi pemahaman adanya pengambilan keputusan yang melibatkan para menejer di bawahnya atau melibatkan lebih banyak anggota organisasi.
6) Formalisasi
Formalisasi bermaksud untuk membakukan berbagai gagasan dalam mendesign struktur organisasi dalam bentuk aturan/pedoman/tata tertib/AD ART yang disyahkan secara jelas. Kejelasan ini akan memberi arahan tentang batasan beraktivitas dalam organisasi. Segala aturan (atau apalah namanya) harus secara jelas mendeskripsikan berbagai ketentuan tentang hak dan kewajiban anggota organisasi.
Minggu, 14 Oktober 2012
TUJUAN ORGANISASI
TUJUAN ORGANISASI
Pengertian
Ada banyak konsep yang dapat diajukan untuk memahami kata tujuan. Beberapa di antaranya adalah : 1) arah yang hendak dituju oleh suatu kegiatan, 2) alas an mengapa suatu kegiatan dilaksanakan, dan 3) pernyataan tentang keadaan yang ingin diwujudkan.
Fungsi Tujuan
Terdapat bukti kuat bahwa tujuan memiliki fungsi pokok yang dapat menjadi arahan bagi praktek atau operasi organisasi terhindah dari berbagai penyimpangan. Secara lebih terinci, Tujuan Organisasi berfungsi sebagai :
1. Pedoman Bagi Kegiatan, melalui penggambaran hasil-hasil di waktu yang akan datang. Fungsi tujuan memberikan arah dan pemusatan kegiatan organisasi mengenai apa yang harus dan tidak harus dilakukan
2. Sumber Legitimasi, akan meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan sumber daya dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya
3. Standar Pelaksanaan, bila tujuan dilaksanakan secara jelas dan dipahami, akan memberikan standar langsung bagi penilaian pelaksanaan kegiatan (prestasi) organisasi
4. Standar Motivasi, berfungsi sebagai motivasi dan identifikasi karyawan yang penting. Dalam kenyataannya, tujuan organisasi sering memberikan insentif bagi para anggota
5. Dasar Rasional Pengorganisasian, tujuan organisasi merupakan suatu dasar perancangan organisasi
Prinsip Perumusan Tujuan
Tujuan dirumuskan dengan mempertimbangkan seluruh kekuatan yang terlibat dalam operasi organisasi. Perumusan tujuan merupakan Hasil usaha perpaduan untuk memuaskan semua pihak / himpunan berbagai tujuan individu dan organisasi .
Agar perumusan tujuan efektif manajer perlu memerhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut :
1. Proses perumusan tujuan hendaknya melibatkan sebanyak mungkin anggota organisasi agar secara langsung maupun tidak langsung ikut merasa bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan
2. Tujuan harus realistis, disesuaikan dengan sejumlah aspek yang ada di lingkungan internal dan eksternal
3. Tujuan harus jelas, tidak dual meaning agar dalam pelaksanaan terhindar dari kesimpang-siuran.
4. Tujuan umum hendaknya dinyatakan secara sederhana agar mudah dipahami dan diingat oleh pelaksana (Visi n misi)
5. Tujuan bidang fungsional organisasi harus konsisten dengan tujuan umum
6. Manajemen harus selalu meninjau kembali tujuan telah ditetapkan.
Beberapa Jenis Tujuan Organisasi
1. Pelayanan (service)
Tentu sebagaimana yang terjadi di banyak organisasi, aspek pelayanan menjadi yang paling tampak dalam operasionalnya. Namun demikian, penekanan pada aspek pelayanan biasanya lebih karena arahan dari tujuan organisasi yang ingin menjawab kebutuhan dari masyarakat. Kebutuhan akan jasa pelayanan sebagaimana yang terjadi semisal adanya rumah sakit, listrik, air minum menjadikan sesuatu organisasi bisa disebut sebagai yang memfokuskan operasionalisasinya pada jenis pelayanan atas jasa yang diperlukan lingkungannya.
2. Keuntungan
Organisasi bisnis tentu merupakan organisasi yang sejak awal bermaksud untuk memupuk keuntungan. Keuntungan menjadi factor vital bagi organisasi jenis ini. Perburuan keuntungan dispiriti oleh keinginan menjaga kelangsungan dan kepuasan hidup organisasi yang dalam hal ini termasuk para anggotanya. Organisasi dengan spirit kapitalistik adalah organisasi yang target utamanya adalah keuntungan yang berlipat.
3. Sosial
Tujuan social dalam operasional organisasi lebih menjelaskan adanya keadaan yang bermakna baik bagi organisasi maupun anggota, serta lingkungannya.
Berbagai tindakan organisasi yang menunjukkan kepedulian dan adanya tanggung jawab social terhadap lingkungan semisal pengembangan pendidikan, pelestarian lingkungan, pengentasan anak terlantar, advokasi adalah beberapa contoh yang bisa disebut untuk memperlihatkan organisasi dengan tujuan social ini.
Minggu, 07 Oktober 2012
Konsep Administrasi Publik
Begitu jarang orang atau kalangan ilmuan mengatakan bahwa inilah teori administrasi publik yang berdiri sendiri, namun keberadaan berbagai teori yang ada di dalamnya kebanyakan merupakan teori umum yang dipakai oleh disiplin ilmu lain. Sehingga kedudukan ilmu administrasi publik selalu meminjam ide-ide, metode, tehnik dan pendekatan dari displin ilmu lain yang selanjutnya mengaplikasikannya ilmu tersebut di dalamnya (Caiden, 1982:205).
Ketidakmandirian beralasan mengingat kajian terhadap beberapa literatur yang memperlihatkan bahwa belum ada kesepakatan bagi kalangan ilmuan yang memberikan batasan atau definisi secara mandiri tentang administrasi publik. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Fesler (1980), Lemay (2002) yang memberi argumentasi administrasi publik merupakan konsep yang rumit. Hal yang demikian bisa dimengerti mengingat administrasi publik diartikan sebagai administrasi yang mempelajari masalah pemerintahan. Selain itu administrasi publik diterjemahkan sebagai penyusunan dan pelaksanaaan kebijakan yang dilakukan oleh birokrasi dalam skala besar dan untuk kepentingan publik. Kelemahan ketiadaan definisi yang baku tersebut dijelaskan oleh Stilman II (1991) yang menguraikan pandangannya bahwa konsep maupun definisi administrasi publik sangat bervariasi bahkan sulit untuk sepakati.
Meskipun administrasi publik dianggap sebagai konsep yang rumit, namun Woodrow Wilson dan Frank Goodnow tetap berusaha mempertahankan kemandirian ilmu ini. Mereka menyatakan bahwa ilmu ini memiliki karakteristik bidang kajian keilmuan yang substansinya bisa berasal dari pelbagai disiplin lain. Pada awal perkembangannya sebagai bidang kajian keilmuan, ilmu-ilmu hukum, teori politik dan beberapa ilmu lain yang tergolong “hard sciences: seperti engineering dan hubungan industrial yang menarik perhatian ilmu administrasi publik sebagai domain kajiannya (Thoha, 2008:56).
Dalam menyikapi perdebatan ini Eran Vigoda (dalam Thoha, 2008) menyatakan bahwa ada tiga disiplin ilmu sebagai “core sources” dari ilmu administrasi publik. Ketiga disiplin itu adalah (1). Political science dan policy analysis; (2). Sosiologi dan dan cultural sciences; (3). Manajemen organisasi dan business resources. David Rosenbloom dan Robert Kravchuk (2005) memberi batasan administrasi publik sebagai pemanfaatan teori-teori dan proses-proses manajemen, politik dan hukum untuk memesnuhi mandat pemerintah di bidang legislatif, eksekutif dan judikatif dalam rangka menjalankan fungsi pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat secara keseluruhan atau sebagian. Untuk menjembatani beragamnya teori-teori yang ada dalam administrasi publik Nicholas Hendry (1995) memberi batasan bahwa administrasi publik adalah suatu kombinasi yang kompleks antara teori dan praktek dengan tujuan mempromosikan pemahaman tentang peran pemerintah dalam hubungannya dengan masyarakat yang diperintah, dan juga mendorong kebijakan publik agar lebih responsif terhadap kebutuhan sosial.
Dengan demikian teori dalam administrasi publik selalu didasarkan pada pengamatan peristiwa-peristiwa spesifik dan pengamatan maupun akumulasi pola pengalaman yang dicatat secara bersama-sama dan adanya anggapan ke arah memperbaiki masalah. Sebuah teori digunakan apabila secara akurat menggambarkan atau memprediksi peristwa atau fenomena. Sebagian besar fenomena administrasi publik begitu kompleks, karena deskripsinya adalah sebuah gambaran atau intisari dari sebuah fenomena, yang mana semuanya diperlukan sebagai pisau analisis dalam menentukan bagian-bagian dari fenomena tersebut.
Bolehkah eksistensi suatu teori membantu untuk melihat dan memahami fenomena administrasi publik? Menurut Herbert kaufman (1969) bahwa persoalan terhadap perubahan teori dari yang didasarkan secara profesional dan kemampuan murni administrasi publik terletak pada kemauan politik dan para pengikut administrasi publik. Teori dari Kaufman memuat terntang prediksi yang berkaitan dengan kekuatan dan khasiat, walaupun semuanya secara tidak spesifik bagi kepentingan administrasi publik. Argumentasi Kaufman diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Albert Hersman menyangkut perubahan di dalam dunia politik maupun sosial sesungguhnya pemanfaatannya sama atau misinya satu sama lain sama. Kecenderungan ini tidak terlepas dari suatu harapan yang begitu besar tentang berbagai kemungkinan lahirnya suatu teori, sebab administrasi publik dalam praktek maupun aplikasinya sangat berharap dan berusaha mencari suatu teori. Dalam teori administrasi publik persoalan yang begitu cermat berhadapan dengan hal-hal yang bersifat umum dianggap sebagai sesuatu yang begitu penting, mengingat kekhususan dan kecermatan adalah merupakan gambaran dan penjelasan dari sebuah fenomena administrasi publik.
Teori yang baik bagi administrasi publik sesungguhnya menurut Harmond dan Mayor (9986) dan Darwin (1993), Mindarti (2007) seharusnya berpijak pada tiga parameter yang utama sebagai berikut: (1). Sifat praktis (memiliki unsur-unsur diagnostik yang menguraikan mengapa suatu situasi problematik tertentu terjadi; (2). Sifat moral, apakah suatu tujuan tertentu dapat dikatakan bermanfaat; (3). Sifat instrumental, bagaimana tujuan itu sebaiknya dicapai. Berpijak pada parameter ini meskipun banyak menggunakan teori dari disiplin ilmu lainnya namun menurut Ali Mufiz (dalam Zauhar, 1990) bahwa mengapa teori administrasi publik itu penting, hal ini tidak terlepas dari enam alasannya yaitu: (1). Dapat menyatakan sesuatu yang bermakna dan dapat diterapkan pada situasi kehidupan yang nyata; (2). Dapat menyajikan suatu perspektif; (3). Dapat merangsang lahirnya cara-cara baru; (4). Dapat menjadi dasar untuk mengembangkan teori administrasi lainnya; (5). Dapat membantu menjelaskan dasn meramalkan fenomena yang dihadapinya.
Walaupun begitu banyak teori yang ada di dalam administrasi publik, tentu dipastikan beragam kendala yang dihadapi baik dalam skala yang besar maupun kecil bila dibandingkan keberadaan administrasi publik itu sendiri. Persoalan yang dihadapi pernah dipertanyakan oleh Frederickson (2003:3) yang menyatakan bahwa bisakah teori menjadi penting dalam bidang aplikasi maupun praktek dan hubungan antara berbagai bidang ilmu pengetahuan yang diadopsi dalam administrasi publik? Untuk merespon pertanyaan yang cukup mendasar tersebut Fraderickson dengan tegas menjawab ya, bahwa kebutuhan adanya penjelasan konsep dan teori yang bisa diyakini dalam menambah perlakuan terhadap adanya administrasi publik.
Dalam kurun waktu empat puluh tahun yang lalu administrasi publik telah berkembang secara sistematis pola penelitiannya tentang yang berkaitan dengan substansi perilaku organisasi publik, manajemen publik dan implementasi kebijakan. Karya-karya yang telah dihasilkannya inilah memberikan kontribusi dalam meningkatkan kepercayaan dalam memahami administrasi publik, bahkan lebih jauh organisasi publik telah mengujinya dengan memperbaiki konsep, metodologi dan bentuk teori. Analisa bentuk teori mencari penciptaan suatu pengetahuan yang akumulatif dan dapat mencari banyak pengetahuan baru. Bentuk analisa yang dibangun tentu menginginkan menjadi sebuah istilah ilmiah yang berarti bentuk suatu rasionalitas formal dengan wawasan dan pengetahuan maupun penemuan dari suatu bentuk generasi kepada penemuan generasi berikutnya, sehingga ilmu pengetahuan menjadi berkumpul secara bersama-sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seni dan ilmu pengetahuan dari administrasi publik dapat diuraikan, digambarkan dan sangat menarik.
Bagaimanakah teori itu digunakan? Validitas atau penggunaan teori dalam rangka untuk mempertahankan suatu kemampuan untuk menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi sesuatu yan terjadi. Suatu teori menjadi digunakan apabila akan menggambarkan atau memprediksi kenyataan atau suatu fenomena, sebab sebagian besar teori dipakai pada tingkat abstraksi. Dalam kaitanya dengan itu sebagian besar fenomena administrasi publik begitu kompleks, oleh karena gambarannya merupakan suatu abstraksi dari keterwakilan fenomena. Mengingat semua uraian membutukkan keputusan suatu analisis yang mana elemen-elemennya di dalam sebuah fenomena yang kompleks. Jika suatu teori membantu untuk melihat dan memahami fenomena administrasi publik, maka seharusnya teori membantu untuk melakukan prediksi. Argumementasi ini didukung oleh Herbert Kaufman (1969) yang menganggap bahwa teori adalah perubahan putaran dari kedudukannya yang didasarkan dari komponen netralitas administrasi publik terhadap tanggungjawab politik dan partisipasi administrasi publik. Menurut Albert Hersman (1982) teori perubahan tersebut dalam ilmu sosial dan politik serupa atau sama penggunaannya. Kecenderungan seperti itu untuk mengharapkan banyaknya prediksi teori, dalam hubungannya dengan argumentasi itu administrasi publik terdiri dari aplikasi maupun praktek yang mencari teori.
Dengan demikian hal ini tidak terlepas dari teori sebagai pemahaman secara formal dari istilah yang memiliki tiga pengertian sebagai berikut: Pertama, dalam ilmu pengetahuan alam dan fisika teori dengan teliti menguji prediksi terhadap hipotesis yang digunakan untuk mengamati data, sementara dalam ilmu sosial termasuk administrasi publik adalah bagian dari problem dan pola organisasi, penataan dan ukuran serta perbandingan fenomena yang lebih banyak, karenanya maksud teori dalam administrasi publik berbeda. Kedua, teori dalam ilmu sosial maupun administrasi publik dimaksudkan menata persoalan-persoalan faktual baik sejarah, peristiwa, kasus, ceritera, ukuran opini dan observasi untuk menggambarkan pembuktian melalui definisi, konsep dan kiasan yang mendukung suatu pemahaman. Untuk itu salah satu tugas utama teori dalam administrasi publik adalah membuat secara eksplisit suatu gambaran dari asumsi yang mengarahkan tindakan dan mengembangkan kategori, konsep, definisi dan asumsi yang memelihara terhadap pemahaman dari asumsi tersebut. Ketiga, pengertian teori dalam administrasi publik adalah bersifat normatif dan bentuk teorinya menjembatani antara administrasi publik dan ilmu politik. Sebagaimana dikatakan oleh Waldo (dalam Frederickson, 2003) bahwa semua teori administrasi publik adalah juga teori politik. Teori administrasi publik menunjuk pada alokasi kewenangan terhadap nilai-nilai publik sehingga tugas dari teori adalah menemukan teori yang menggambarkan pengaturan perilaku dan mengevaluasi implikasi normatif dari perilaku tersebut. Berdasarkan ketiga pengertian di atas teori administrasi publik menggunakan perpaduan dari pemahaman definisi teori kedua dan ketiga.
Rabu, 25 Januari 2012
Manajemen Publik
Memudahkan memahami judul perkuliahan Manajemen Pelayanan Publik, maka akan menjadi baik jika terlebih dahulu perlu dipahami makna dari tiga kata tersebut. Menurut George R. Terry definisi manajemen sebagai berikut:”management is a distinct process consisiting of planning, organizing, actuating and controlling, utiliting in each both science and art and followed in other accomplish predeterinined objectives”(manajemen adalah suatu proses membeda-bedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Handayaningrat, 1988, h.20).
Umumnya,kata pelayanan dipahami sebagai “proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain”. Secara agak rinci, pelayanan diartikan sebagai upaya membantu dan memberikan manfaat kepada seseorang melalui penyediaan sesuatu yang dibutuhkan oleh mereka (service as assisting on benefitting individuals through making useful things available to them).
Berbicara mengenai pelayanan publik, dimana makna publik itu sendiri adalah keseluruhan masyarakat secara umum, maka pengertiannya dapat dikemukakan sebagai kegiatan yang diberikan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektifitas dan penghematan dengan melayani kepentingan umum dibidang produksi dan distribusi yang bergerak dibidang jasa-jasa vital.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manajemen pelayanan publik merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh suatu pihak (pelayan publik) terhadap pihak lain (yang dilayani) baik itu perorangan maupun kolektif yang bertujuan untuk memenuhi hak dan kebutuhannya terhadap barang atau jasa.
Bentuk Pelayanan Publik
Bentuk pelayanan publik menurut Moenir (2001, h.190) disebutkan, antara lain:
1. Layanan dengan lisan
Layanan ini biasanya dilakukan oleh petugas dibidang hubungan masyarakat (humas) atau informasi dengan memberikan keterangan atau penjelasan kepada masyarakat yang membutuhkan.
2. Layanan dengan tulisan
Layanan ini diberikan dalam bentuk tulisan yang terdiri dari layanan yang berupa petunjuk ruang-ruang kantor, keselamatan kerja dan lain-lain. Layanan reaksi tertulis bisa berupa permohonan, keluhan, pemberitahuan, surat keputusan, dan lain-lain.
3. Layanan dengan perbuatan
Layanan ini diberikan dalam bentuk perbuatan oleh pemerintah, dalam layanan ini, petugas diharapkan mempunyai kecekatan, keahlian, dan keterampilan. Pada layanan inilah, masyarakat menginginkan kecepatan pelayanan sehingga petugas harus benar-benar mengetahui prosedur dan metode yang telah ditentukan.
Standar Pelayanan
Berdasarkan keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, Standar pelayanan publik terdiri dari:
a. Prosedur pelayanan
Prosedur pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
b. Waktu penyelesaian
Waktu penyelesaian dengan ditetapkan sejak pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c. Biaya pelayanan
Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
d. Produk pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
e. Sarana dan prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
f. Kompetensi petugas pemberi layanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
Prinsip-prinsip Pelayanan Publik
Berdasarkan keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, dalam menyelenggarakan pelayanan publik, pemerintah terlebih dahulu harus memahami prinsip yang terdiri dari:
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan
Persyaratan teknis dan administrative pelayanan publik;
a. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik;
b. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
3. Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan
Proses dan produk layanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika)
8. Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib dan teratur, misalnya disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parker, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
Umumnya,kata pelayanan dipahami sebagai “proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain”. Secara agak rinci, pelayanan diartikan sebagai upaya membantu dan memberikan manfaat kepada seseorang melalui penyediaan sesuatu yang dibutuhkan oleh mereka (service as assisting on benefitting individuals through making useful things available to them).
Berbicara mengenai pelayanan publik, dimana makna publik itu sendiri adalah keseluruhan masyarakat secara umum, maka pengertiannya dapat dikemukakan sebagai kegiatan yang diberikan dengan memegang teguh syarat-syarat efisiensi, efektifitas dan penghematan dengan melayani kepentingan umum dibidang produksi dan distribusi yang bergerak dibidang jasa-jasa vital.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manajemen pelayanan publik merupakan suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh suatu pihak (pelayan publik) terhadap pihak lain (yang dilayani) baik itu perorangan maupun kolektif yang bertujuan untuk memenuhi hak dan kebutuhannya terhadap barang atau jasa.
Bentuk Pelayanan Publik
Bentuk pelayanan publik menurut Moenir (2001, h.190) disebutkan, antara lain:
1. Layanan dengan lisan
Layanan ini biasanya dilakukan oleh petugas dibidang hubungan masyarakat (humas) atau informasi dengan memberikan keterangan atau penjelasan kepada masyarakat yang membutuhkan.
2. Layanan dengan tulisan
Layanan ini diberikan dalam bentuk tulisan yang terdiri dari layanan yang berupa petunjuk ruang-ruang kantor, keselamatan kerja dan lain-lain. Layanan reaksi tertulis bisa berupa permohonan, keluhan, pemberitahuan, surat keputusan, dan lain-lain.
3. Layanan dengan perbuatan
Layanan ini diberikan dalam bentuk perbuatan oleh pemerintah, dalam layanan ini, petugas diharapkan mempunyai kecekatan, keahlian, dan keterampilan. Pada layanan inilah, masyarakat menginginkan kecepatan pelayanan sehingga petugas harus benar-benar mengetahui prosedur dan metode yang telah ditentukan.
Standar Pelayanan
Berdasarkan keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, Standar pelayanan publik terdiri dari:
a. Prosedur pelayanan
Prosedur pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
b. Waktu penyelesaian
Waktu penyelesaian dengan ditetapkan sejak pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
c. Biaya pelayanan
Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
d. Produk pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
e. Sarana dan prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
f. Kompetensi petugas pemberi layanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
Prinsip-prinsip Pelayanan Publik
Berdasarkan keputusan Menteri pendayagunaan Aparatur Negara tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, dalam menyelenggarakan pelayanan publik, pemerintah terlebih dahulu harus memahami prinsip yang terdiri dari:
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan
Persyaratan teknis dan administrative pelayanan publik;
a. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik;
b. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
3. Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan
Proses dan produk layanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika)
8. Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib dan teratur, misalnya disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parker, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
Sabtu, 21 Januari 2012
Overview Sosiologi Pendidikan.
Intinya, Sosiologi Pendidikan merupakan cabang ilmu sosiologi yang secara khusus menjadikan praktek pendidikan sebagai focus kajiannya. Jika sosiologi merupakan pohon besar ilmu yang menjadikan fenomena masyarakat sebagai lahan kajiannya, maka sosiologi pendidikan bisa dikatakan sebagai analisis social yang menyertakan aspek pendidikan sebagai hal yang utama.
Proses dialektik antara realitas masyarakat dengan praktek pendidikan disadari merupakan gejala social yang sangat berperan dalam mempengaruhi dinamika peradaban manusia. Karenanya dalam kuliah ini, sosiologi menjadi bidang ilmu yang penting dibicarakan melebihi sejumlah hal terkait kependidikan. Kemanfaatan praktis dari pemahaman atas keilmuan sosiologi bermaksud untuk memudahkan kita memakai keilmuan itu sebagai senjata intelektual untuk menganalisis efek sosiologis dari praktek pendidikan, sekaligus menganalisis realitas social untuk membuat kebijakan terkait dengan operasi pendidikan.
Sejarah Perkembangan Sosiologi Pendidikan
Realitas sosial memberi arahan pada perubahan yang terjadi begitu cepat dalam masyarakat. Perubahan sosial yang cepat tersebut terjadi di abad ke-19, sebagai akibat revolusi industri di Inggris. Akibat perubahan tersebut menyebabkan terjadinya apa yang dikenal sebagai keterkejutan intelektual dari kelompok cerdik pandai. Salah satu kelompok yang ikut terkejut pada perubahan yang begitu cepat tersebut adalah para ilmuwan social, terkhusus para sosiolog.
Lester F. Ward dapat dikatakan sebagai pencetus gagasan timbulnya studi baru tentang Sosiologi Pendidikan. Gagasan tersebut muncul dengan idenya tentang evolusi sosial yang realistik dan memimpin perencanaan kehidupan pemerintahan (Vembriarto, 1993). John Dewey (1859-1952) secara formal dikenal sebagai tokoh pertama yang melihat hubungan antara pendidikan dengan struktur masyarakat. Secara formal, pada tahun 1910 Henry Suzzalo memberi kuliah Sosiologi Pendidikan di Teachers College University Columbia (Vembriarto, 1993). Pada tahun 1913, Emlie Durkheim telah memandang pendidikan sebagai suatu “social thing” (Ikhtiar sosial). Payne (1928) menjelaskan bahwa Sosiologi Pendidikan merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang menjadi alat untuk mendeskripsikan dan menjelaskan institusi, kelompok sosial, dan proses sosial yang merupakan hubungan sosial di dalamnya menjelaskan adanya individu memperoleh pengalaman yang terorganisasi.
Pada perkembangannya, setelah berbagai kalangan menerima sosiologi pendidikan sebagai bidang kajian baru, maka berkembang pula beberapa paradigma yang akhirnya memilah ilmuwan sosiologi ke dalam sejumlah golongan. Setidaknya terdapat 3 golongan sosiolog berdasarkan perbedaan titik berat kajiannya, yakni
• Golongan yang terlalu menitikberatkan pandangan pendidikan daripada sosiologinya
• Golongan Applied Educational (Sociology) terutama terdiri atas ahli-ahli sosiologi yang memberikan dasar pengertian sosial kultural untuk pendidikan
• Golongan yang terutama menitikberatkan pandangan bahwa sosiologi pendidikan harus memerhatikan keduanya.
Tujuan Sosiologi Pendidikan
Sosiologi Pendidikan dalam perkembangannya mempunyai beberapa tujuan praktis, diantaranya adalah :
1. Memberi arahan kebijakan pendidikan berdasarkan realitas social
2. Menganalisis efek sosiologis dari praktek pendidikan
3. Memberikan analisis terhadap pendidikan sebagai alat kemajuan sosial.
4. Sebagai sebuah bentuk aplikasi Sosiologi di bidang pendidikan
5. Menjelaskan proses pendidikan sebagai proses sosialisasi
6. Memberikan pengajaran Sosiologi bagi tenaga-tenaga kependidikan dan penelitian pendidikan
7. Menjelaskan peranan pendidikan di masyarakat
8. Menjelaskan pola interaksi di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat
Intinya, Sosiologi Pendidikan merupakan cabang ilmu sosiologi yang secara khusus menjadikan praktek pendidikan sebagai focus kajiannya. Jika sosiologi merupakan pohon besar ilmu yang menjadikan fenomena masyarakat sebagai lahan kajiannya, maka sosiologi pendidikan bisa dikatakan sebagai analisis social yang menyertakan aspek pendidikan sebagai hal yang utama.
Proses dialektik antara realitas masyarakat dengan praktek pendidikan disadari merupakan gejala social yang sangat berperan dalam mempengaruhi dinamika peradaban manusia. Karenanya dalam kuliah ini, sosiologi menjadi bidang ilmu yang penting dibicarakan melebihi sejumlah hal terkait kependidikan. Kemanfaatan praktis dari pemahaman atas keilmuan sosiologi bermaksud untuk memudahkan kita memakai keilmuan itu sebagai senjata intelektual untuk menganalisis efek sosiologis dari praktek pendidikan, sekaligus menganalisis realitas social untuk membuat kebijakan terkait dengan operasi pendidikan.
Sejarah Perkembangan Sosiologi Pendidikan
Realitas sosial memberi arahan pada perubahan yang terjadi begitu cepat dalam masyarakat. Perubahan sosial yang cepat tersebut terjadi di abad ke-19, sebagai akibat revolusi industri di Inggris. Akibat perubahan tersebut menyebabkan terjadinya apa yang dikenal sebagai keterkejutan intelektual dari kelompok cerdik pandai. Salah satu kelompok yang ikut terkejut pada perubahan yang begitu cepat tersebut adalah para ilmuwan social, terkhusus para sosiolog.
Lester F. Ward dapat dikatakan sebagai pencetus gagasan timbulnya studi baru tentang Sosiologi Pendidikan. Gagasan tersebut muncul dengan idenya tentang evolusi sosial yang realistik dan memimpin perencanaan kehidupan pemerintahan (Vembriarto, 1993). John Dewey (1859-1952) secara formal dikenal sebagai tokoh pertama yang melihat hubungan antara pendidikan dengan struktur masyarakat. Secara formal, pada tahun 1910 Henry Suzzalo memberi kuliah Sosiologi Pendidikan di Teachers College University Columbia (Vembriarto, 1993). Pada tahun 1913, Emlie Durkheim telah memandang pendidikan sebagai suatu “social thing” (Ikhtiar sosial). Payne (1928) menjelaskan bahwa Sosiologi Pendidikan merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang menjadi alat untuk mendeskripsikan dan menjelaskan institusi, kelompok sosial, dan proses sosial yang merupakan hubungan sosial di dalamnya menjelaskan adanya individu memperoleh pengalaman yang terorganisasi.
Pada perkembangannya, setelah berbagai kalangan menerima sosiologi pendidikan sebagai bidang kajian baru, maka berkembang pula beberapa paradigma yang akhirnya memilah ilmuwan sosiologi ke dalam sejumlah golongan. Setidaknya terdapat 3 golongan sosiolog berdasarkan perbedaan titik berat kajiannya, yakni
• Golongan yang terlalu menitikberatkan pandangan pendidikan daripada sosiologinya
• Golongan Applied Educational (Sociology) terutama terdiri atas ahli-ahli sosiologi yang memberikan dasar pengertian sosial kultural untuk pendidikan
• Golongan yang terutama menitikberatkan pandangan bahwa sosiologi pendidikan harus memerhatikan keduanya.
Tujuan Sosiologi Pendidikan
Sosiologi Pendidikan dalam perkembangannya mempunyai beberapa tujuan praktis, diantaranya adalah :
1. Memberi arahan kebijakan pendidikan berdasarkan realitas social
2. Menganalisis efek sosiologis dari praktek pendidikan
3. Memberikan analisis terhadap pendidikan sebagai alat kemajuan sosial.
4. Sebagai sebuah bentuk aplikasi Sosiologi di bidang pendidikan
5. Menjelaskan proses pendidikan sebagai proses sosialisasi
6. Memberikan pengajaran Sosiologi bagi tenaga-tenaga kependidikan dan penelitian pendidikan
7. Menjelaskan peranan pendidikan di masyarakat
8. Menjelaskan pola interaksi di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat
Langganan:
Postingan (Atom)